Menguak Cara Kotor Israel Merekrut Mata-Mata Arab

0
214

BarisanBerita.com,- Sebagai gerakan perlawanan, Hamas didukung mayoritas penduduk Palestina. Namun, Israel tak ingin kelompok perlawanan itu terus membesar. Upaya menghancurkan dilakukan dengan beragam cara, salah satunya merekut mata-mata—dengan metode kotor.

Sepenggal cerita tentang Israel yang merekrut warga Palestina untuk menjadi mata-mata dengan metode kotor terungkap dalam buku Inside Hamas The Untold Story of Militants, Martyrs and Spies by Zaki Chehab.

Kemampuan Hamas melancarkan serangan militernya membuat Israel harus bekerja keras, diantaranya dengan merekrut mata-mata dan pembocor informasi di sekitar lingkungan grup perlawanan tersebut.

Menurut pihak keamanan Palestina, ada sekitar 20.000 mata-mata dipekerjakan oleh Israel untuk menggembosi perlawanan Hamas. Lewat trik kotor mereka dipaksa datang ke Israel untuk menjadi kuping dan telinga negara tersebut.

Dalam kurun waktu tiga dekade, sejumlah elit Hamas seperti Salah Shedah, Sheikh Yassin, dan Abdul Aziz Rantisi dibunuh tentara zionis, dan semua itu akibat mata-mata yang menguntit dan membocorkan informasi tentang mereka ke Badan Intelijen Israel (Mossad).

Akram Al Zotmeh

Pemerintah Israel mengincar komandan pasukan Hamas, Salah Shehada karena menyebabkan banyak warga mereka terbunuh lewat aksi pembom bunuh diri. Negara zionis menjuluki pria ini sebagai “Osama bin Laden Lokal”.

Pada 23 Juli 2002 jelang tengah malam, dua pesawat tempur F16 Israel melesat di udara Gaza. Pesawat tersebut meluncurkan satu ton bom pintar ke arah rumah Salah Shehada. Booom… Salah Shehada bersama enam belas warga sipil, sembilan diantaranya anak-anak tewas mengerikan. Mereka semua terbunuh akibat pengkhianatan Akram Al Zotmeh.

Di ruang tahanan milik pemerintah Palestina, Akram menceritakan perihal dirinya dijadikan mata-mata oleh Israel.

Perkenalan Akram dengan intelijen Israel dimulai saat dia belajar di Universitas Al Azhar di Gaza. Ketika itu dia sedang asyik di perpustakaan. Akram waktu itu sedang mendalami sastra Inggris. Lalu, dirinya tertarik pada seorang pria yang sedang membaca koran berbahasa Inggris. Kepada pria itu, Akram memperkenalkan diri. Pria itu mengaku bernama Terry. Dari percakapan itu, Terry mengatakan dirinya seorang dosen sosial di Ottawa Kanada, dan sedang melakukan penelitian. Terry kemudian mengajak Akram untuk membantu penelitiannya. Akram diberi honor 100 dolar Amerika.

Persahabatan itu berkembang dan Terry kemudian memperkenalkan temannya bernama David. Akram kemudian diajak Terry ke Kedutaan Kanada untuk membuat visa, agar pemuda Gaza ini bisa pergi ke Kanada sebagai asisten.

Ternyata, kata Akram, dua pria itu adalah agen Mossad yang kemudian memeras Akram untuk bekerjasama. “Keduanya ternyata agen intelijen. Mereka menyodorkan foto-foto aksi seks saya. Dan benda itu dijadikan bahan untuk menekan saya agar mau menuruti perintah,” kata Akram di ruang tahanan.

Bagi kaum muslim, aksi seks akan sangat memalukan dan sangat dikutuk. Akram terpaksa memenuhi kemauan dua agen tersebut.

Agen intel Israel itu menginstruksikan Akram untuk memantau daerah konflik dan zona merah kaum perlawanan Hamas yang merencanakan serangan ke Israel.

Seorang agen mengaku bernama Abu Ihab meminta saya untuk memantau rumah Salah Shehada, tokoh pencetus aksi bom bunuh diri. Ihab juga meminta saya memonitor siapa saja tamu yang datang, termasuk ciri-ciri mobil mereka. Abu Ihab beralasan dia membenarkan rencana pembunuhan pada tokoh tersebut karena dianggap telah banyak membunuh warga sipil Israel.

Dua puluh menit setelah Akram memberitahu lokasi rumah Shehada, dua pesawat F16 membom rumah tokoh Hamas itu.

Haider Ghanem

Keberhasilan Israel merekrut mata-mata berlanjut dengan memaksa pria Palestina lainnya. Kali ini pria bernama Haider Ghanem. Sama seperti Akram, Ghanem juga diperdaya oleh intelijen Israel. Ghanem seorang wartawan.

Di dalam penjara Palestina, Ghanem mengaku dirinya termakan tipu muslihat intel zionis. Saat itu dia sedang menyelesaikan skripsinya untuk mata kuliah hubungan internasional.

Berawal ketika saya membaca lowongan kerja di salah satu surat kabar. Ada perusahaan membutuhkan tenaga kerja dan saya segera mengirim CV ke alamat mereka.

Saya kirim CV pada tahun 1995 dan baru setahun kemudian, tahun 1996.

Saya diminta untuk menghubungi pusat penelitian yang berkantor pusat di Singapura. Saya diminta untuk mempersiapkan penelitian tentang Gaza. Saya bekerja untuk mereka selama enam bulan. Tak lama kemudian saya diperintahkan untuk menghubungi perwakilan mereka di Gaza. Selama enam bulan saya bertugas lagi untuk kantor tersebut, hingga suatu hari saya diundang ke Tel Aviv. Di sana ternyata saya bertemu petinggi militer Israel. Pertemuan itu difokuskan tentang informasi yang saya punya mengenai Gaza. Saya sadar saat itu saya sedang berbicara dengan musuh. Saat mereka tahu saya akan menolak bekerjasama, pejabat Israel itu mengancam dan memeras saya untuk bekerjasama. “Kau sudah bekerja untuk kami selama ini. Dan kami punya semua laporan yang kau kirim.”

Sejak itu, Ghanem bekerja untuk badan intelijen Israel, Mossad. Setiap hari dia melaporkan situasi di Gaza, termasuk aksi unjuk rasa. Dia diminta merinci jumlah peserta demo, siapa yang merencanakan, dan slogan yang dibawa para pengunjuk rasa. Ghanem juga mengadakan kontak dengan pejabat elit Hamas, dengan tujuan mengulik informasi penting tentang mereka.

Demi anak

Seorang perempuan berusia 48 tahun juga ditangkap pihak keamanan Palestina. Perempuan ini janda setelah suaminya tewas ditembak karena menjadi mata-mata Israel. Dia dipenjara karena ikut menjadi mata-mata.

Kepada Reuters, perempuan ini menerangkan bahwa suaminya direkrut jadi mata mata karena kesulitan ekonomi. Perempuan ini juga direkrut Israel dengan iming-iming uang serta pengobatan gratis untuk anaknya yang sakit.

“Hidup kami jadi menakutkan. Setiap kali saya ke luar rumah, rasa was-was menghinggapi saya, sampai gemetar jika melihat mobil polisi,” katanya.

Israel terus melakukan rekrutmen warga Palestina untuk menjadi mata-mata dengan metode jebakan, pemerasan dengan iming-iming uang dan kesenangan. Hamas pun berusaha menghentikan operasi zionis tersebut. Mereka menghukum mati para terdakwa kaki tangan Israel. Sebanyak 22 warga Palestina ditembak mati karena terbukti menjadi mata-mata.

(Al Arabiya/Bobby)