Jakarta, BarisanBerita.com,- Pelapor pelanggaran kode etik oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar akan menyeret kasus ini ke ranah pidana, setelah Dewan Pengawas menjatuhkan hukuman potong gaji – yang disebut para pegiat antikorupsi “sanksi yang sangat lembek”.
Kasus pelanggaran kode etik ini menjadi rangkaian polemik sejak Firli Bahuri menjabat Ketua KPK, dan dinilai para pegiat antikorupsi bisa membuat persepsi buruk terhadap citra integritas lembaga antirasuah ini.
Sedangkan Dewan Pengawas KPK menyatakan keputusan memotong gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan kepada Lili Pintauli Siregar atas pelanggaran kode etik merupakan sanksi yang berat.
Mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko, berencana membawa kasus pelanggaran kode etik berat wakil ketua KPK, Lili Pintauli ke jalur pidana.
Hal ini ia sampaikan usai sanksi yang dijatuhkan Dewan Pengawas KPK kepada wakil ketua KPK, Lili Pintauli yang ia sebut “mengecewakan”.
“Kita tunggu seminggu dua minggu, respon teman-teman komunitas, kalau nggak ada ya kita tindaklanjuti ke laporan ke penegak hukum,” kata Sujanarko kepada BBC News Indonesia, Selasa (31/08).
Sujanarko adalah salah seorang pelapor dalam kasus pelanggaran etik ini selain Novel Baswedan dan Rizka Anungnata, yang termasuk 50-an pegawai KPK yang dinonaktifkan karena tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Seleksi pegawai yang disebut “pelanggaran HAM berat”.
Ia melaporkan Lili pada Juni 2020 lalu, karena pimpinan KPK itu menjalin komunikasi dengan pihak yang berperkara korupsi, yaitu wali kota nonaktif Tajungbalai, Sumatera Utara, M. Syahrial.
Kasus ini juga menyeret salah satu penyidik KPK Steppanus Robin Pattuju.
Menurut Sujanarko, sanksi hanya berupa potongan gaji dan membiarkan Lili Pintauli tetap memiliki wewenang perjalanan dinas, menentukan tersangka, mengikuti rapat pimpinan sebagai “bahaya banget”.
“Jadi itu kalau tidak dibatasi, gila ini,” kata Sujarnako.
Lili Pintauli Siregar diberi sanksi yang menurut Dewas “berat” berupa pemotongan gaji selama 12 bulan.
Dewan Pengawas memutuskan Lili Pintauli Siregar terbukti secara sah telah menyalahgunakan pengaruhnya untuk kepentingan pribadi dan berhubungan dengan pihak lain yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK.
Dalam keterangan kepada pers, Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyerukan agar kasus ini menjadi pengingat elemen di KPK.
“Jadi harapan kami tentunya, setelah ada putusan-putusan seperti begini rekan-rekan insan KPK, baik pimpinan mapun dewas, maupun seluruh insan KPK yang ada itu, jangan melakukan perbuatan seperti ini lagi,” katanya.
Namun, pegiat antikorupsi dari PUKAT-UGM, Zaenur Rohman menilai putusan ini “sangat lembek”.
Kata dia, perbuatan ini tidak hanya melanggar kode etik, tetapi mengarah pidana.
“Sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU 30/2002 jo UU 19/2019 tentang KPK. Pasal ini melarang pimpinan KPK berhubungan dengan pihak berperkara dengan alasan apapun. Menurut Pasal 65 UU KPK, pelanggaran atas ketentuan tersebut diancam pidana maksimal 5 tahun penjara,” kata Zaenur.
Zaenur menambahkan, pelanggaran Lili Pintauli menemui pihak berperkara korupsi, wali kota Tanjungbalai nonaktif, M. Syahrial perlu mendapat sanksi lebih berat.
Kata dia, “itu dapat menjadi pintu masuk jual-beli putusan, jual-beli perkara, jual-beli informasi dan bisa juga menjadi pintu masuk pemerasan oleh insan KPK”.
(BBC/wo)