Heboh Kasus “Sunat” Honor Hakim

0
114
Ilustrasi patung Ratu Keadilan

Mahkamah Agung (MA) menyebut bahwa pemotongan dana dilakukan secara sukarela dan disepakati bersama.

BarisanBerita.com,- Kasus dugaan penyunatan (pemotongan) uang honor perkara yang diterima hakim jadi heboh karena nilainya yang relatif besar, sekaligus juga mengungkap masalah kesejahteraan para Wakil Tuhan tersebut

Buntu dan tak puas dengan hasil akhir soal laporannya ke Mahkamah Agung (MA), Indonesia Police Watch (IPW) melaporkan dugaan pemotongan tunjangan hakim agung secara sepihak ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kami melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pemotongan honor penanganan perkara yang menjadi hak hakim agung berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2021, hakim agung berhak mendapatkan honor penanganan perkara yang bisa diputus dalam 90 hari,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2024), seperti dilansir MediaIndonesia.com.

Menurut Sugeng, pemotongan tersebut membuat hakim agung cuma menerima 60% dari total tunjangan. Uang hasil pemotongan itu kemudian dibagi-bagikan ke sejumlah pihak bahkan ke orang yang tidak jelas.

“Ada sekitar 14,05% diberikan kepada tim pendukung seperti panitera perkara, panitera muda kamar, staf, itu 14,05%. Ada sebesar 25,95% yang tidak jelas nih,” ucap Sugeng.

Ia menambahkan, IPW sudah menyerahkan bukti pemotongan tersebut ke KPK.

“Kami minta hal ini didalami, apakah dalam pemotongan ini ada dugaan tindak pidana korupsi pemotongan ini,” ujar Sugeng.

IPW sejatinya sudah meminta konfirmasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, lembaga tersebut memberi jawaban yang dinilai tidak masuk akal bahwa pemotongan dana dilakukan secara sukarela dan disepakati bersama.

“Kami minta KPK mendalami apakah benar pemotongan ini dugaan korupsi atau bukan ya kita serahkan kepada KPK,” tegasnya.

Sugeng menambahkan nominal yang sudah menyentuh puluhan miliar dalam dua tahun membuat lembaga antirasuah tidak bisa tinggal diam mengusut dugaan korupsi tersebut

“Kalau itu beda-beda, karena kan ada majelis yang tunggal dapat 60% sendiri. Majelis yang susunan tiga, itu juga nilainya juga berbeda. Jadi beda-beda. Tetapi kalau kami hitung kasar, itungan kasar dua tahun ya, itu sekitar Rp90 miliaran, dua tahun,” lanjutnya.

Ia enggan membeberkannya ke publik terkait sejumlah nama yang dilaporkan IPW ke KPK dalam laporan tersebut.

“Dalam pelaporan kita, kami menyampaikan informasi ya, informasi ya, ada. Tapi kami tidak bisa sampaikan kepada media karena itu sifatnya kewenangan KPK,” pungkasnya.

(BBS/Bowo, HA)