Kisruh Demokrat, Salah Tuding Istana Gegara Intel Bodong

0
657
AHY yang dianggap grasa grusu

Belum usai krisis melanda Demokrat, kini terkuak lagi sisi gelap “kudeta” sebenarnya di partai berlambang mercy tersebut.

Alih kekuasaan yang berujung pada dinasti politik hingga data intel bodong soal keterlibatan Istana, membuat pasukan biru tersebut diperkirakan bakal terseok-seok menuju laga 2014.

Perselisihan antara pendiri/senior dan pengurus DPP Partai Demokrat terus memanas pasca konferensi pers kudeta yang dilontarkan Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY. Anak sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut bahkan sempat mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi meminta penjelasan soal keterlibatan lingkaran dalam Istana Negara atas kudeta tersebut.

Namun kemudian AHY meluruskan ucapannya pada Rabu, 17 Febuari 2021. Dia mengaku mendapat informasi bahwa Presiden Jokowi tidak tahu-menahu soal kudeta di Partai Demokrat.

Mantan Wakil Komisi Dewan Pengawas (Dewas) DPP sekaligus pendiri Partai Demokrat HM Darmizal MS, merasa geram dengan ulah AHY yang tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri. “Sebelumnya menuding sekarang klarifikasi. Ketua umum yang masih sangat mentah dan grasa-grusu dalam bertindak,” kata Darmizal kepada wartawan, Senin (22/2/2021), seperti dilansir Sindonews.com.

Pria kelahiran Sumatera Barat ini menyebut SBY lah yang telah mengambil Partai Demokrat dari para pendirinya untuk dijadikan partai dinasti.

“SBY lah yang sesungguhnya telah melakukan kudeta atau pengambilalihan Partai Demokrat dengan segala cara. Pada saat KLB di Surabaya, SBY berjanji hanya untuk meneruskan sisa kepemimpinan Anas Urbaningrum sampai 2015. Pada Kongres Partai Demokrat tahun 2015 di Surabaya, SBY mengingkari janjinya dan muncul sebagai calon tunggal,” kata Darmizal.

Lebih lanjut Darmizal menjelaskan, pada Kongres ke-5 Partai Demokrat, 15 Maret 2020, di tengah pandemi COVID-19 dipaksakan Kongres dengan mewariskan jabatan Ketua umum dari sang bapak ke putra mahkotanya, AHY. Saat itu tanpa memenuhi tata cara beracara Kongres.

“Menyuruh keluar ruang sidang semua peserta Kongres yang punya hak bicara, tidak mengesahkan keputusan sebagaimana mestinya, antara lain, jadwal acara, tata tertib, pembahasan AD/ART, pembahasan program kerja dan laporan pertanggungjawaban SBY Ketua umum sebelumnya. Namun langsung mendeklarasi AHY menjadi Ketua umum oleh Ketua-ketua DPD. Itulah yang mereka sebut sebagai aklamasi,” katanya.

Ditambahkan Darmizal, pada 2003 setelah Partai Demokrat lolos verifikasi KPU, bergabunglah almarhumah ibu Ani Yudhoyono, sebagai Wakil Ketua umum partai Demokrat. “Tak lama kemudian di tahun yang sama, SBY masuk menjadi calon Presiden (Capres) dari Partai Demokrat, yang ditandatangani oleh Ketua Umum Prof Subir Budhisantoso,” katanya.

Darmizal mengibaratkan, SBY saat itu seperti tetangga pemalu yang diajak masuk ke dalam rumah oleh pemiliknya. Sebelumnya tidak pernah berkunjung sampai pada Rapimnas Partai Demokrat di Wisma Kinasih pada 2003.

“SBY diajak mampir dan diberi tempat di rumah oleh pemiliknya. Kemudian dia malah mengambil rumah dari pemiliknya. Kan ini sangat lucu dan memprihatinkan. Karena itu Partai Demokrat harus kembali ke khittahnya, menjadi partai terbuka. Siapa pun boleh masuk ke Partai Demokrat tanpa ada yang bisa menghalangi. Kongres Luar Biasa atau KLB adalah kepastian menuju perbaikan menjadikan partai Demokrat besar kembali. Karena di tangan SBY dua periode sebagai Ketua umum, Partai Demokrat menurun dari 148 kursi pada 2009, ke 61 pada 2014 dan sekarang tinggal 54 kursi parlemen saja. KLB pasti halal, sukses dan sah,” kata Darmizal.

(BBS)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here