Sydney Jones: Terorisme di Indonesia Akan tetap Ada

0
830
Teror

BarisanBerita.com,- Bom meledak di Gereja Katedral, Makassar, Minggu, (28/3/2021).

Wali Kota Makassar Ramdhan ‘Danny’ Pomanto menerima laporan terkait ledakan di depan Gereja Katedral, Makassar. Laporan sementara, tidak ada jemaah gereja yang menjadi korban.

“Saya telfon tadi romo, tidak ada korban di dalam gereja, ini laporan sementara dari romo. Romo sampaikan dari dalam gereja ini tidak ada korban di dalam gereja,” kata Danny kepada detikcom, Minggu (28/3/2021).

Danny belum memastikan terkait apakah jemaah sedang melakukan kegiatan ibadah di dalam gereja saat ledakan terjadi.

“Saya tidak tanya (romo) tadi, saya cuma tanya korban jiwa tadi,” ujar Danny.

Sebelumnya diberitakan, sebuah ledakan terjadi di depan Gereja Katedral Makassar. Banyak potongan tubuh manusia bertebaran di sekitar lokasi kejadian

Seperti dilansir detikcom di Jalan Kajolalido, Kota Makassar, Minggu (28/3/2021), tampak kobaran api dari sebuah motor yang masih menyala di sekitar lokasi. Ledakan terjadi pada sekitar pukul 10.28 Wita.

Sejumlah pihak menilai ledakan tersebut sebagai aksi balas dendam teroris, terkait banyaknya anggota teroris yang ditangkap pihak keamanan.

Peneliti Terorisme dari International Crisis Group (ICG), Sidney Jones mengatakan bahaya terorisme masih terus ada di Indonesia.

Sydney Jones

‘Bahaya terorisme masih terus ada. Tetapi generasi sekarang tidak kompeten, walaupun yang mendorong terorisme ialah isu lokal,” kata Sidney dalam acara diskusi bertajuk Mengungkap Akar Terorisme di Indonesia yang diselenggarakan Abdurrahman Wahid Center di Perpustakaan Baru UI, Depok, beberapa waktu lalu.

Menurut Sidney, teroris bangkit kembali di Indoensia pada tahun 1971 dengan adanya Komando Jihad.

”Mereka sangat mudah tumbuh di daerah konflik. Pada tahun 1996–1999, mereka datang ke Palu untuk merekrut orang-orang yang sedang dilanda konflik,” ujar Sidney.

Diungkapkan Sidney, kelompok DI asal Malaysia, Nordin M Top merupakan kelompok kecil-kecil yang tidak ada hubungan dengan kelompok besar sebelumnya.

”Teroris dewasa ini hanya keliatan terlibat dalam pertarungan kecil (home ground) dengan polisi, yang jumlah korbannya sangat kecil,” terangnya.

Jadi, lanjut Sidney, gerakan teroris sekarang bukan lagi bagian dari terorisme global. Teroris di Indonesia sekarang sudah low tech, low competence (sangat amatir), poor vetting of recruits.

Ditambah dengan sistem penjara di Indonesia sangat lemah, pengawasan internal yang buruk, birokrasi lemah dan monitor para mantan napi yang juga lemah. Walau terorisme lemah, bukan berarti akan berakhir.

Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) mendorong intelijen, Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mewaspadai munculnya aksi terorisme di Indonesia. Maraknya aksi kerumunan massa dan meluasnya gerakan intoleran akhir-akhir ini telah membuat kalangan radikal dan jaringan teroris seakan mendapat angin segar. Mereka dikhawatirkan akan bereaksi di akhir tahun ini.

Ketua Presidium IPW Neta S Pane menjelaskan, dari pendataan IPW, simpatisan Ormas yang sering melakukan kerumunan massa pernah ada yang terlibat dalam aksi terorisme. Di tahun 2017 jumlah mereka yang ditangkap Polri mencapai 37 orang dari berbagai daerah, mulai dari Aceh, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah. Beberapa di antaranya sempat ditahan di Nusa Kambangan, Gunung Sindur Bogor dan LP lainnya.

“Namun kini mereka sudah bebas dan tidak terlacak keberadaannya. Keterlibatan mereka dalam aksi terorisme mulai dari menyembunyikan buronan terorisme hingga melakukan aksi teror itu sendiri,” ujar Neta dalam keterangannya, Selasa (24/11/2020).

Dikhawatirkan dengan meluasnya aksi- aksi kerumunan massa dan gerakan intoleransi belakangan ini, mereka kembali bermanuver dan melakukan aksi teror. Saat ini jumlah narapidana terorisme yang tersebar di sejumlah lembaga pemasyarakat lebih dari 500 orang. Napi terorisme yang sudah bebas dan selesai menjalani hukuman dibina pemerintah melalui program deradikalisasi.

“Namun para mantan Napi yang tidak terlacak keberadaannya memang perlu diwaspadai agar tidak bermanuver untuk melakukan aksi teror kembali,” ujarnya.

Dia meminta agar Kepala Badan Intel dan Keamanan Polri perlu bekerja ekstra keras mencermati hal ini agar jajaran kepolisian tidak kecolongan. Sebab, dalam kerumunan massa akhir-akhir ini Baintelkam Polri seperti kecolongan.

“Aksi-aksi kerumunan massa seperti terbiarkan dan tidak terantisipasi Baintelkam. Sehingga tidak hanya melanggar protokol kesehatan tapi aksi kerumunan massa itu sempat mengganggu jadwal penerbangan di bandara Soetta dan kemacetan para di berbagai tempat,” ungkapnya.

Dia menambahkan, menjelang tutup tahun 2020 ini, Baintelkam Polri perlu memetakan situasi dan kondisi yang ada sehingga situasi Kamtibmas benar benar terkendali.

(BBS/wo)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here