Bisnis Sadis Daging Anjing

0
335
Seekor anjing yang diselamatkan dari pembantaian

BarisanBerita.com,- Daging anjing masih terus diburu untuk disantap. Harga mahal dan mudah didapat menjadikan daging binatang yang dikenal setia ini jadi bisnis pendulang cuan.

Kota Solo, Jawa Tengah, belakangan ini jadi viral paska dipergokinya sebuah truk berisi ratusan anjing yang tadinya akan menuju kota tenang di pulau Jawa itu.

Penjualan daging anjing di China

Usut punya usut, kulineran berbahan daging anjing di Kota Solo ternyata sudah populer sejak lama.

Di beberapa sudut Kota Solo kerap ditemukan warung yang menjajakan olahan daging anjing. Bahkan, warung-warung ini diklaim sudah ada sejak dulu kala, seperti dilansir Solopos.com.

Bahkan, menurut data dari Dog Meat Free Indonesia 2019, ada puluhan warung yang menjajakan daging anjing di daerah yang kini dipimpin Wali Kota Gibran Rakabuming Raka ini.

Dari hal tersebut, muncul banyak pertanyaan kenapa daging anjing banyak ditemukan di Solo? Padahal pemerintah telah melarang daging anjing untuk dikonsumsi berdasarkan UU 18/2012 tentang Pangan.

Menurut mantan Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, daging anjing sudah menjadi tradisi di Kota Bengawan.

Sementara itu, dosen sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko, penjual daging anjing di Solo ditemukan sejak zaman dulu dengan cara dagang berkeliling sampai akhir 1980-an. Kala itu tidak sedikit penjual yang menjajakan grabyasan atau daging anjing goreng, sate, tongseng, hingga rica-rica.

Kendati banyak ditemukan di Kota Solo, Heri menyebut penjual kuliner daging anjing rata-rata berasal dari Kampung Lor dan Baki, Sukoharjo.

Nama yang paling melegenda di dunia sate anjing alias sate jamu hingga 1940 adalah Mitro Jologug. Sampai saat ini usaha kuliner ekstrem tersebut dilanjukan oleh anak cucunya.

Sampai saat ini jumlah konsumsi daging anjing di wilayah Soloraya terbilang cukup tinggi se-Jawa Tengah. berdasarkan catatan Dog Meat Free Indonesia, sebanyak 13.700 anjing dibantai di Soloraya untuk dikonsumsi. Berdasarkan data tersebut, Kota Solo menjadi kawasan paling tinggi mengonsumsi daging anjing. Mayoritas anjing tersebut dipasok dari wilayah Jawa Barat.

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta warga berhenti mengonsumsi makanan yang terbuat dari daging anjing. Hal ini merupakan wujud dukungan terhadap kampanye bebas daging anjing di Provinsi Jawa Tengah.

“Hentikan makan daging anjing, kita dorong anjing pada fungsi-fungsi yang bisa dilakukan, seperti K9 (anjing pelacak kepolisian), terus mereka bisa lucu-lucuan jaga kebun, jaga rumah. Itu menurut saya jauh lebih penting,” kata Ganjar di Semarang, beberapa waktu lalu, seusai menerima penghargaan dari Koalisi Dog Meat-Free Indonesia (DMFI).

Ganjar Pranowo menyebut sejumlah wilayah seperti Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Brebes telah membuat regulasi terkait pelarangan jual beli daging anjing untuk dikonsumsi.

Berdasarkan catatan Garda Satwa Indonesia, pembantaian terhadap anjing sudah marak sejak 2014. Alasannya beragam mulai dari untuk pencegahan penyakit rabies hingga dikonsumsi.

Pemerintah daerah bahkan menyediakan anggaran untuk membeli racun guna memusnahkan anjing.

Di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, misalnya, pemerintah daerah menyiapkan racun untuk membunuh 1.500 ekor anjing pada tahun 2014. Di Bali, dikeluarkan kebijakan melakukan eliminasi anjing atas dasar kekhawatiran rabies. Di Bangka Belitung, hal serupa juga dilakukan pemerintah. Pada tahun 2012, pemerintah Babel mengeliminasi 275 ekor anjing untuk alasan yang sama.

“Pemerintah ini mengeliminasi anjing seenaknya. Padahal tidak semua anjing liar itu rabies,” kata Jonatan Wegiq, Koordinator Garda Satwa Indonesia, kepada tirto.id, beberapa waktu lalu.

Bisnis miliaran rupiah

Pada kasus lain, anjing tidak dieliminasi dengan alasan seperti yang dikhawatirkan pemerintah. Di beberapa wilayah di timur Indonesia, juga sebagian Sumatera dan Jawa, anjing diburu untuk dikonsumsi manusia. Anjing diperlakukan layaknya hewan ternak seperti sapi, kambing, ayam dan babi, daging anjing.

Khusus di Pulau Jawa, setidaknya ada 12.960 ekor anjing yang dibantai setiap bulan untuk keperluan konsumsi. Penyebarannya pun cukup merata. Dari penelusuran Garda Satwa Indonesia, pada tahun 2015, salah satu warung penjual olahan daging anjing di Solo bisa menghabiskan 40 ekor anjing per hari untuk memenuhi permintaan konsumen.

Bisnis anjing untuk konsumsi memang bisnis yang menggiurkan. Betapa tidak, dari simulasi yang dilakukan oleh Garda Satwa Indonesia, khusus di Solo saja, diperkirakan omzet bisnis ini bisa mencapai Rp 11 miliar per bulan.

Pada 2014, di Solo tercatat terdapat 136 warung khusus yang menyediakan olahan daging anjing. Sebagian besar kebutuhan daging anjing dipasok dari Jawa Barat seperti Tasikmalaya, Cirebon, Pangandaran, Bandung Kabupaten dan Sukabumi. “

Untuk jual beli ini ada alurnya. Ada petani, pengepul, lalu warung. Para pengepul mempunyai jaringan banyak petani anjing. Petani tugasnya mengembangbiakan anjing untuk tujuan konsumsi. Setelah itu, pengepul baru mengirimnya ke warung,” terang Jonatan.

Berdasar penelusuran Garda Satwa Indonesia, seekor anjing indukan dijual oleh petani ke pengepul dengan harga Rp15 ribu per kilogram. Sedangkan untuk anakan dijual Rp75 ribu per ekor.

Selanjutnya dari pengepul dijual ke warung dengan harga Rp20 ribu per kilogram. Pengepul mengambil untung Rp5 ribu per kilogram. Dengan asumsi seekor anjing seberat 10 kilogram, maka pengepul akan mendapatkan untung Rp50 ribu.

Penelurusan Garda Satwa Indonesia, terdapat 27 pengepul di di Tasikmalaya. Seminggu sekali, para pengepul mengirim sekitar 30 ekor anjing ke Solo dan sekitarnya. Artinya dalam sebulan, ada sekitar 3.240 ekor anjing yang mati untuk dikonsumsi. Atau jika dilihat nilainya, sekitar

Keuntungan berlipat justru ditangguk para pemilik warung olahan daging anjing. Dalam sebulan, sebuah warung di Solo membutuhkan 90 ekor anjing. Jika jumlahnya 136 warung, maka diperkirakan sekitar 12.240 ekor anjing dipotong setiap bulannya. Jika seekor anjing seberat 10 kg dan 1 kg daging bisa menjadi empat porsi masakan seharga Rp25 ribu, maka diperkirakan perputaran uang di bisnis itu mencapai Rp11 miliar per bulan.

Menyelamatkan Anjing

Pembunuhan terhadap anjing atas nama pencegahan rabies ataupun konsumsi, tentu saja mendapatkan penolakan dari para aktivis penyayang binatang. Mereka pun berusaha untuk menyelamatkan anjing-anjing yang bernasib malang ini.

Di Bali, misalnya, sejumlah aktivis pencinta binatang peliharaan pun berkejar-kejaran dengan pemerintah untuk menyelamatkan anjing. Ketika pemerintah akan mengeliminasi karena alasan rabies, para aktivis terjun ke lapangan memberikan vaksin bagi anjing liar.

“Teman-teman di Bali perlawanannya frontal. Anjing liar divaksin, diberi tanda. Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah untuk melakukan eliminasi,” ujar Jonatan.

Garda Satwa Indonesia memilih cara yang berbeda. Mereka menggandeng pemerintah DKI Jakarta untuk melakukan edukasi tentang penyakit rabies. Mulai dari tanda-tanda penyakit dan kampanye untuk vaksin binatang.

Sementara terhadap anjing-anjing liar, pemerintah DKI Jakarta didorong menyediakan penampungan. Garda Satwa Indonesia sendiri juga memiliki shelter bagi anjing liar di Depok. Untuk mengurangi jumlah anjing liar, Garda Satwa Indonesia bekerja sama dengan pemerintah menggelar program adopsi.

Cara berbeda dilakukan oleh Animal Friends Jogja (AFJ). Sejak tahun 2012, komunitas penyayang binatang di Yogyakarta itu menggelar kampanye “Dog Are Not Food”. Sejumlah komunitas penyayang binatang pun terlibat dalam kampanye tersebut. Bahkan band kawakan asal Yogyakarta, Shaggy Dog, turut aktif dalam kampanye.

“Kami ingin memberikan edukasi bahwa anjing bukan makanan. Mereka itu adalah teman manusia. Kalau dilihat, anjing itu bukan termasuk hewan ternak. Jadi memang bukan untuk konsumsi,” ungkap Angelina Pane, Koordinator AFJ, pada Senin (12/9/2016).

Angelina membantah jika konsumsi daging anjing berkaitan dengan kebudayaan sejumlah suku di beberapa daerah. Menurutnya, sejak awal anjing adalah binatang domesik yang dipelihara untuk kepentingan berburu.

“Saya orang Batak. Bapak saya dulu makan anjing, sekarang sudah nggak. Di kampung saya , makan anjing memang biasa. Tapi setelah ditelusuri, bukan kebudayaan. Bapak saya cerita, dulu anjing dipakai berburu. Kalau nggak dapat buruan, ya akhirnya anjingnya dimakan,” beber Angelina.

Soal budaya makan daging juga terasa janggal. Sebab faktanya, konsumen daging anjing tertinggi di Indonesia justru di Pulau Jawa, yang sebagian besar penduduknya muslim.

“Padahal kan haram. Itu artinya ini bukan soal kebudayaan. Kita tidak hanya ngomong kalau anjing tidak boleh dimakan. Tapi kami juga edukasi bahwa anjing ini memang tidak sehat untuk konsumsi,” tegasnya.

Satu hal yang penting bagi Angelina, anjing bukan sekadar hewan peliharaan. Lebih dari itu, anjing adalah sahabat manusia. Jadi, siapa yang tega membantai sahabatnya sendiri?

(BBS/wo, Bobby, HA)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here