Fakta, Organisasi Advokat di Indonesia Menganut Sistem Multi Baar, Aprillia Supaliyanto Angkat Bicara

0
837
Vice President K.A.I, Aprillia Supaliyanto

Jakarta, BarisanBerita.com,- Terkait Pernyataan dan klaim Otto Hasibuan, Ketua Umum
PERADI yang menyatakan bahwa Organisasi PERADI adalah satu satunya wadah tunggal Advokat dan KTPA PERADI adalah satu-satunya KTPA yang bisa dipakai beracara di Pengadilan mendapatkan tanggapan dan reaksi dari berbagai pihak kalangan Advokat, khususnya pimpinan Organisasi Advokat di luar PERADI, salah satunya pimpinan KONGRES ADVOKAT INDONESIA (K.A.I).

Vice President K.A.I, Aprillia Supaliyanto kepada Wartawan Barisanberita.Com, Sabtu, (19/3/2022), di kawasan Senayan, Jakarta Pusat mengatakan, Secara konstitusional termasuk sejak lahirnya UU Advokat No. 18 tahun 2003 tidak ada UU dan atau peraturan perundangan lainnya yang menyatakan bahwa Organisasi Advokat di Indonesia menganut siatim Single Baar, apalagi yang menyatakan bahwa PERADI adalah sebagai wadah tunggal Organisasi Advokat di Indonesia. Tidak ada.

Bahwa realitas yang ada dan terjadi saat ini adalah justru kita ini menganut sistim Multi Baar. Dan terkait dengan keberlakuan sistim Multi Baar ini semakin di tegaskan dengan terbitnya SK MA No. 73 tahun 215, dimana didalam SK MA 73 tersebut Mahkamah Agung langsung atau tidak langsung mengakui dan mempertegas perihal sistim Multi Baar ini. Lahirnya puluhan Organisasi Advokat sejak lima tahun terakhir adalah karena SK MA 73 tersebut.

Sistem Multi Baar yang saat ini berlaku di Indonesia adalah sebuah keniscayaan, sebuah realitas yang tidak bisa dibantah. Beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi diantaranya Nomor 101/2010, 036/2015 dan 112/2015, yang secara tegas menyebutkan dan menegaskan bahwa secara de facto Organisasi Advokat di Indonesia ada dua yaitu Kongres Advokat Indonesia (K.A.I) dan PERADI.

Berarti MK pun mengakui dan memperjelas bahwa Organisasi Advokat di Indonesia ini tidak ada namanya wadah tunggal, tidak Single Baar tapi Multi Baar.

Sehingga ketika masih ada pihak yang menyatakan tentang Single Baar, lebih lebih mengklaim bahwa OA yang dipimpinya adalah satu satunya OA yang benar dan paling sah, yang sah, yang paling layak untuk tempat bernaung Advokat Indonesia, tentu fikiran dan pernyataan tersebut adalah salah besar dan tidak betul sama sekali. Apalagi dengan menyatakan bahwa KTPA yang diakui di persidangan hanya KTPA PERADI. Tentu ini semakin tidak benar.

Jika klaim dan pernyataan itu adalah benar, tidak mungkin setiap hari Pengadilan Pengadilan di
seluruh Indonesia dipenuhi juga oleh Advokat Advokat dari OA lain selain PERADI, dan semuanya bisa beracara dengan KTA masing masing, diterima oleh Pengadilan. Itu adalah realitas yang menjawab dan membuktikan bahwa Advokat Advokat dari OA di luar PERADI yang di pimpin Rekan Otto Hasibuan bisa menjalankan tugas dan fungsinya bercara di Pengadilan. Artinya adalah bahwa KTA yang di terbitakan oleh Organisasi Advokat selain PERADI adalah sah.

Jadi, sangat tidak benar pernyataan dan klaim soal KTA atau KTPA tersebut.

Aprillia Supaliyanto menegskan, dengan kondisi dunia Advokat yang seperti sekarang ini mestinya para Pimpinan Organisasi Advokat memikirkan dan mengkonsepsikan hal hal yang lebih besar, yang berorientasi kepada masa depan Advokat Indonesia yang lebih baik, memikirkan hal hal yang lebih bermanfaat untuk peningkatan kwalitas Organisasi Advokat dan peningkatan kwalitas Advokat demi masa depan generasi Advokat Indonesia, tidak kok malah terus menerus memelihara sikap ke-akuan dan egosentris yang justru berpotensi mengerdilkan posisi dan eksitensi Advokat dalam percaturan penegakan, pembangunan dan peradaban hukum Indonesia.

“Saya mengajak kepada rekan rekan Pimpinan Organisasi Advokat untuk bisa duduk bersama dalam satu forum guna memperbincangkan persoalan persoalan dunia Advokat Indonesia untuk menjadi lebih baik. Kita bisa lanjutkan bahas soal Dewan Etik Nasional, kita bisa bahas soal standar rekruitment, kita bisa bahas soal UU Advokat yang baru misalnya. Banyak PR yang harus kita kerjakan untuk dunia Advokat ini,” tandasnya kepada Barisanberita.Com.

Lebih jauh Aprillia mengatakan, bahwa menjadi tidak bijak jika kita hanya sibuk membangun
“kerajaan” masing masing dengan pernyataan pernyataan bahkan propaganda yang tidak
mengedukasi kehidupan Advokat terutama para Advokat Muda yang nota bene adalah generasi penerus Advokat Indonesia.

Menurutnya, realitas Multi Baar kita terima dengan semangat saling menguatkan dan membangun sinergitas untuk peningkatan fungsi oraganisasi untuk berkontribusi dalam tatanan hukum Indonesia.

Meskipun saya setuju dengan konsep Multi Baar, kata Aprillia, akan tetapi saya berpendapat bahwa demi untuk menjaga kwalitas Organisasi, maka memang seyogyanya sistim Multi Baar kita adalah Multi Baar dengan pembatasan. Jika di Indonesia ini ada tiga sampai empat atau lima Organisasi Advokat maka hal itu sudah Multi Baar. Konsep Multi Baar dengan pembatasan sebagaimana saya maksudkan, akan lebih mudah dan terukur kita membangun OA yang baik dan berkwalitas yang outputnya adalah Advokat yang handal, tangguh, kwalifaid dan professional. Oleh karena itu salah satu PR kita saat ini yang harus sama sama kita perjuangkan adalah untuk bisa secepatnya kita memiliki UU Advokat yang baru sebagai pengganti UU No. 18 tahun 2003 yang di dalam UU Advokat yang baru tersebut ada kewajiban dilakukannya verifikasi terhadap Organisasi Advokat.

Sistim Multi Baar dengan pembatasan bukan berarti kita mengkebiri hak berdemokrasi, hak
berserikat, akan tetapi konsep Multi Baar dengan pembatasan ini semata mata untuk menjaga dan membangun marwah Organisasi Advokat Indonesia yang semakin berkwalitas, tanpa harus menghilangkan esensi sistim Multi Baar itu sendiri.

Keberadaan Organisasi Advokat yang saat ini sudah menembus di angka lebih dari 50 OA tentu juga harus menjadi perhatian kita bersama. Pertanyaanya adalah Idealkah seperti ini?? Tentu hal ini harus menjadi bagian pemikiran kita bersama.

Menurut Aprillia, kondisi hadirnya OA baru yang seperti tidak terkendali ini di satu sisi bisa
mempengaruhi kualitas dan profesionalitas, sebab secara realitas ada indikasi kuat masing-masing organisasi profesi advokat itu seperti saling bersaing satu sama lain untuk mendapatkan jumlah anggota. Kemunculan advokat-advokat muda, seakan menjadi rebutan di antara organisasi-organisasi profesi advokat. Organisasi-organisasi advokat sibuk bersaing mendapatkan anggota. Jika persaingannya adalah soal jumlah anggota, maka di kawatirkan akan meluapakan bahkan menganaikan soal kwalitas.

Tentu hal demikian bagian dari PR kita bersama untuk memikirkan dan berkomitment membekali Advokat Advokat muda melalui pendidikan lanjutan dan pelatihan pelatihan yang berikan oleh Organisasi. Implikasi serius dari Organisasi yang abai terhadap masalah kwalitas dalam pola rekruitment anggota adalah kinerja pelayanan hukum kepada masyarakat yang tidak professional. Hal demikian tidak boleh terjadi.

“Karena sibuk bersaing untuk mendapatkan anggota baru yang sebanyak-banyaknya agar bisa disebut organisasi profesi yang besar, akibatnya lupa dengan salah satu tujuan utama organisasi profesi advokat yaitu meningkatkan kualitas dan profesionalitas kerja para advokat. Dan itu tentu merisaukan kita. Ini adalah otokritik bagi kita semua pengurus khususnya para pimpinan Organisasi Advokat,” ujar Aprillia Supaliyanto lagi.

Padahal, lanjutnya, besarnya suatu organisasi profesi advokat itu bukan semata diukur dari
banyaknya anggota yang dimiliki. Tetapi suatu organisasi profesi advokat itu akan dinilai besar dan berhasil bila secara internal mampu memberdayakan dan memfungsikan organisasi untuk
kepentingan anggotanya kaitannya dengan penyiapan dan peningkatan SDM anggotanya, pelayanan kepada anggota, pelayanan kepada masyarakat teemasuk kepeduliannya terhadap penegakan hukum, demokrasi dan hak asasi manusia.

Aprillia Supaliyanto berharap agar organisasi-organisasi advokat yang ada berkompetisi dalam
menguatkan posisi Advokat, termasuk dan terutama terus menerus meningkatkan kualitas serta
profesionalitas advokat-advokat muda yang menjadi anggotanya untuk melahirkan dan
menghantarkan generasi muda Advokat Indonesia menjadi semakin kwalifaid menghadapi
persaingan global. Persaingan secara sehat dalam sistim Multi Baar akan semakin meningkatkan kualitas dan profesionalitas advokat untuk lebih menguatkan harkat, martabat, wibawa dan kehormatan profesi advokat.

(bowo)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here