Hizbullah, A Nightmare for Israel

0
1295
Ilustrasi

This is one war we have lost. If we are fated to leave anyway—let’s do it now.

—YOEL MARCUS,

Haaretz, February 11, 2000

BarisanBerita.com,- Hizbullah adalah mimpi buruk bagi Israel. Di Lebanon, selama masa pendudukan Israel di sana (1982-2000), lebih dari lima belas ribu warga Israel tewas. Sebagian besar disebabkan oleh strategi perang yang diterapkan kelompok garis keras tersebut.

Tahun 2000, Israel terpaksa mundur dari Lebanon setelah tak mampu menahan serangan kelompok yang didukung Iran ini.

Proxy war (perang mengggunakan kekuatan pihak lain-red) yang dilancarkan Iran lewat Hizbullah, mampu merusak rencana Israel untuk bertahan di Lebanon.

Iran dengan dana berlimpah memberi bantuan ke kelompok bersenjata di Lebanon, yang kemudian mendirikan Hizbullah, dan mampu membalas perang yang digelar Israel tersebut.

Tak tanggung-tanggung, Iran juga mengirim Hizbullah mengikuti pelatihan yang diberikan pasukan Pengawal Revolusi (Pasukan elit Iran ini sebelumnya mendapat pelatihan di China dan Korea Utara).

Pasukan Hizbullah

Seperti ditulis mantan agen CIA yang menyusup di Pasukan Pengawal Revolusi Iran, Rizal Kahlili (nama samaran), dalam bukunya “A Time to Betray”, pasukan Pengawal Revolusi Iran memberi anggota Hizbullah, latihan militer, uang, dan yang paling penting adalah pelajaran baru tentang Jihad (sejarah mencatat pengenalan ajaran ini, yang berujung pada penggunaan bom bunuh diri, menjadi yang pertama dan dicontoh kelompok teroris-red).

“Anak-anak muda di Timur Tengah dicuci otak oleh pemimpin agama dengan mengatakan bahwa mati di jalan Tuhan, dibalas dengan hadiah berupa surga,” kata Kahlili.

Di sisi lain, sejumlah faktor yang membuat Hizbullah mendapat simpati warga Lebanon adalah kepedulian mereka pada penderitaan masyarakat negeri itu, seperti persoalan kelaparan dan kesehatan. “Mereka memberikan bantuan makanan dan rumah sakit. Dan satu lagi, mereka tak korup seperti pejabat-pejabat Lebanon,” kata sejumlah warga Lebanon.

Awal perang Israel dengan Hizbullah, salah satunya dipicu oleh bom bunuh diri yang menghancurkan sebagian markas Shin Bet (Badan Keamanan Nasional Israel), menewaskan dua puluh delapan orang Israel, dan 32 terluka.

Dari hasil investigasi, dalang di balik pemboman tersebut adalah Duta Besar Iran untuk Suriah, Ali Akbar Mohtashemi. Dia yang menyuplai logistik dan pelatihan untuk anggota Hizbullah, yang melaksanakan pemboman tersebut.

Seperti biasa, Israel melancarkan aksi balas dendam. Sebuah bom dalam buku dikirim ke Ali Akbar Mohtashemi. Sayangnya, meski bom meledak, tapi itu tidak menewaskan sang Dubes. Dia hanya kehilangan tangan kanannya.

Aksi balas dendam itu tak berhasil menghentikan aksi Hizbullah. Mereka makin pintar dalam taktik perang gerilya dan cerdik menyembunyikan bom jalanan, yang banyak menewaskan tentara Israel.

Bagi Israel, cara terbaik melawan taktik perang gerilya adalah dengan membentuk pasukan kecil, yang bisa bergerak cepat dan mampu melakukan penyerangan yang tak terduga.

Niat Israel yang tadinya hanya ingin menghabisi pejuang PLO, malah berakhir dengan pertempuran melawan Hizbullah.

Musuh baru ini menakutkan buat negeri Yahudi tersebut karena memiliki pesenjataan yang tak diduga, rudal jarak pendek dan jarak jauh, yang mampu menjangkau kota-kota di Israel.

Tak hanya itu, intelijen Israel khususnya Aman, juga salah dalam memberi analisa dalam kasus ditangkapnya pilot Israel bernama Aron Arad.

Dalam misi pemboman ke Lebanon, pesawat Israel F-4 Phantom mengalami kerusakan, pilot utama menekan kunci peluncur, dan kemudian berhasil diselamatkan, namun pilot navigator, Aron Arad, jatuh di kawasan Lebanon yang dikuasai Hizbullah. Aron ditangkap dan disembunyikan.

Aman menganggap kondisi sang pilot aman-aman saja. Faktanya, pilot malang itu sampai sekarang tak diketahui keberadaannya.

Lagi-lagi aksi balas dendam dilakukan negeri Zionis ini. Mereka menculik salah satu petinggi Hizbullah, yang nanti rencananya akan ditukar dengan Aron Arad.

Pasukan khusus Israel dengan persiapan matang dan disertai data intelijen lengkap, akhirnya menculik Sheik Abdul Karim, tokoh spiritual Hizbullah, yang dianggap bertanggung jawab atas sejumlah kekerasan.

Misi berhasil, tapi barter tawanan dengan Hizbullah tak terjadi. Kelompok garis keras itu menolak melakukan pertukaran. Fakta ini makin membuat Israel frustasi. Keberadaan Aron Arad hingga sekarang tetap misterius.

Kesalahan kedua dilakukan Israel. Mereka menghabisi Sekjen Hizbullah, Abbas Musawi. Helikopter Israel dengan ganas menghabisi rombongan mobil Abbas yang saat itu bersama anak dan istrinya. Dia bersama keluarga serta lima pengawalnya tewas tanpa ampun.

Hizbullah bertindak tenang atas kematian Abbas. Mereka kemudian menggantinya dengan sosok baru, Hassan Nasrallah.

Dibanding pejabat sebelumnya, Nasrallah lebih karismatik, cerdik, dan berbahaya (di tahun-tahun berikutnya, Nasrallah menjadi musuh paling menakutkan bagi Israel).

Berdasarkan data intelijen Israel, Nasrallah kemudian berkonsultasi dengan “atasannya”,  pejabat intelijen Iran terkait aksi pembunuhan Abbas.

Tiga puluh hari kemudian, sebuah truk berisi bom menuju gedung Kedubes Israel di Argentina, meledak dan menewaskan dua puluh sembilan orang termasuk Duta Besar Israel.

Masyarakat Israel terkejut lantaran baru kali ini ada Kedubesnya yang berhasil dihancurkan oleh musuh mereka.

Belum puas, Hizbullah kembali menjalankan aksi mautnya, mereka mengirim pembom bunuh diri dengan truk bermuatan bahan peledak, menghancurkan pasar di Argentina yang sering dikunjungi komunitas Yahudi. Delapan puluh lima warga Israel tewas.

Keberhasilan itu Hizbullah ‘’ketagihan” dengan metode tersebut, dan menjadi momok bagi Israel di tahun-tahun ke depan.

Kelompok ciptaan Iran ini kemudian bernafsu melebarkan sayapnya dengan rencana membom kedubes-kedubes Israel di seluruh dunia, diantaranya di Thailand.

Informasi masuk ke Mossad, dengan tertangkapnya seorang pemuda yang namanya tak familiar dengan badan intelijen itu. Saat diinterogasi, si pemuda mengatakan dia mendapat pelatihan di Lembah Bekka, Lebanon.

Usai pelatihan dia diminta ke Bangkok untuk ikut merencanakan bom bunuh diri dengan menggunakan sebuah truk. Namun hingga hari H, rencana tersebut tak jadi dilaksanakan tanpa alasan yang jelas.

Beberapa hari kemudian, satu lagi anggota Hizbullah tertangkap di Yordania, dan ternyata ada kaitannya dengan rencana bom bunuh diri di Bangkok. Pemerintah Yordania berjanji tak akan membebaskan pemuda tersebut. Namun beberapa hari kemudian dia dibebaskan. Pemerintah Yordania beralasan pihaknya diancam Hizbullah.

Buntu, intelijen Israel kemudian mengalihkan perhatiannya pada dalang pemboman di Argentina yang melibatkan salah satu tokoh Hizbullah, Imad Mughniyeh.

Seperti biasa, Mossad diturunkan untuk menghabisi Mughniyeh. Pertama mereka mencoba merayu adik Mughniyeh bernama Fuad untuk memata-matai kakaknya. Namun dia menolak.

Tak butuh waktu lama, Mossad kemudian merencanakan pemboman ke Fuad lewat bom yang ditanam di mobilnya. Fuad tewas.

Agen mossad di Lebanon bernama Ahmad Malek yang ditugaskan untuk membunuh Fuad kemudian melarikan diri keluar dari Lebanon.

Mughniyeh yang tahu bahwa Malek ada dibelakang pembunuhan itu berhasil menangkapnya dengan cara seperti yang dilakukan Mossad.

Jaringan intelijen Hizbullah mengikuti pergerakan Malek bersama istrinya. Pria rekrutan Israel ini punya kebiasaan mabuk alkohol dan main perempuan.

Bekas informan Mossad, Nahara dipakai untuk mendekati Malek. Nahara “balik kanan” membantu Hizbullah karena dirinya tak jadi dihukum mati oleh kelompok tersebut. Pria asal Lebanon ini ditangkap Hizbullah karena menjadi kolaborator Israel.

Untuk membalas “kebaikan” Hizbullah, Nahara berhasil membawa Malek ke tangan Mughniyeh.

Malek dibawa langsung ke hadapan ke Mughniyeh. Dengan tenang, jari-jari Malek dipotong oleh Mughniyeh. Malek, pria asuhan Mossad itu kemudian dibawa ke pengadilan yang digelar Hizbullah dan dihukum tembak.

Marah dengan Nahara, Mossad membalasnya dengan kejam. Sebuah bom pinggir jalan ditanam dan meledak saat mobil Nahara melewatinya.

Bolak-balik saling balas dendam ini membuat Perdana Menteri Israel, Ehud Barak, tak punya pilihan lain kecuali menarik mundur pasukannya, daripada makin banyak pasukan Israel yang tewas.

Publik Israel pun sebelumnya sudah sangat marah dengan perang di Lebanon dan menganggapnya sebagai “Vietnam” bagi pasukan negeri Yahudi tersebut.

May 2000 pasukan Israel ditarik mundur, dan sejarah delapan belas tahun pendudukan wilayah tersebut berakhir dengan rasa malu teramat sangat.

Pasukan diperintahkan mundur pada malam hari demi menghindari serangan Hizbullah.

Mundurnya Israel dari Lebanon membuat Hizbullah merayakannya sebagai kemenangan paling bersejarah. Mereka berhasil mengusir tentara Israel, dan berjanji perang tak akan pernah berakhir untuk negara Zionis itu.

“Israeli society is as weak as a spider web”: it looks strong from far away, but if you reach out your hand you can sweep it aside. This statement is at the core of Hizballah’s resistance: they believe that for all of Israel’s technological superiority, it is morally weak, whereas Hizballah’s steadfastness will allow it to prevail despite its material weakness—Hassan Nasrallah

(Sumber: Warriors of God, Inside Hezbollah’s Thirty Year Struggle Against Israel)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here