Hilang Privacy Gegara Alat Sadap

17
317
Ilustrasi

BarisanBerita.com,- Diam-diam alat sadap marak diperjualbelikan di masyarakat. Ketakutan akan disalahgunakan pun muncul lantaran tak ada regulasi yang jelas.

Dengan kisaran harga Rp 5 jutaan, alat sadap untuk melacak frekwensi telepon seluler kini bisa di genggaman anda.

Akibat harga murah sehingga mudah dijangkau, maka ruang privacy publik pun bakal terkoyak. Masalah keamanan negara pun bisa jadi taruhan.

Keberadaan alat sadap atau spyware dan alat pemantauan atau survailance yang digunakan berbagai instansi di Indonesia menimbulkan polemik karena minim pengawasan. Amnesty Internasional mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar hak asasi manusia.

Salah satu produsen spyware yang digunakan di Indonesia, Polus Tech, pun mengakui adanya potensi penyalahgunaan alat bernama IMSI Catcher itu. Kepada Tempo, CEO Polus Tech, Niv Karmi, mengaku telah berupaya agar alat mereka tak disalahgunakan. Dalam laporan Majalah Tempo, Karmi menyatakan IMSI Catcher bisa digunakan untuk berbagai hal. Diantaranya, untuk mengevakuasi korban bencana alam. Namun, dia tak membantah jika alat tersebut juga digunakan aparat penegak hukum untuk melakukan survailance atau pemantauan terhadap para pelaku kriminal.

“Misalnya ketika hendak menangkap seseorang dan petugas ingin mengetahui keberadannya. IMSI Cathcer membantu mereka menangkap seseorang. Tapi tidak menyusup ke telepon seluler,” ujarnya.

Karmi pun mengakui pihaknya tak bisa memastikan jika alat sadap buatan perusahaannya itu tidak disalahgunakan. Dia juga mengakui mereka kesulitan untuk mengawasi penggunaan IMSI Catcher setelah alat itu berada di pihak pembeli. “Harus diakui memang sulit memantau penggunaannya,” ujar Karmi.

Sebelumnya, Investigasi Majalah Tempo bersama Amnesty International, Haaretz, Inside Story, Kelompok riset WAV dan Woz menemukan alat sadap dan pemantauan asal Israel masuk ke Indonesia secara invasif sepanjang periode 2017-2023. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, menilai penggunaan spyware tanpa adanya mekanisme kontrol membuat ruang privat warga negara semakin sempit. Karena itu, Usman mendesak agar pemerintah dan DPR mengeluarkan aturan yang ketat.

“Amnesty mendesak parlemen dan pemerintah untuk segera memberlakukan peraturan yang berarti, termasuk larangan terhadap spyware yang sangat invasif,” Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, lewat keterangan tertulisnya, 2 Mei 2024.

Lab Keamanan Amnesty Internasional menyebutkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) merupakan dua diantara lembaga negara yang menggunakan alat-alat tersebut. Hingga berita ini diturunkan, baik Polri maupun BSSN belum membalas upaya konfirmasi yang Tempo lakukan.

(BBS/wo)

17 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here