Julius Caesar Indonesia

0
218
Patung Julius Caesar

Jakarta, BarisanBerita.com,- Popularitas dan kemewahan kekuasaan membuat Julius Cesar sang Jenderal perang Romawi berpikir dirinya layak mendapat semua dari negaranya—memimpin seumur hidup.

Di Indonesia, ada seorang pria yang tak sama tapi mirip tingkahnya dengan Cesar, ingin punya kekuasaan yang langgeng dengan cara yang berbeda, mengerahkan anak menantunya untuk menikmati kekuasaan selama mungkin.

Namun, keinginan berlebihan itu punya konsekuensi besar yaitu pecahnya kongsi dengan para sekondan, yang tak termaafkan.

Perpecahan Jokowi dan PDIP plus Megawati bak cerita di atas, yang menggambarkan tak lagi kompak antara dua sosok tersebut.

Penyebab utama keretakan parah itu sama sekali belum terungkap, namun angin yang berseliweran mengatakan ada tingkah tak sedap dari sang pemimpin Parpol yang menyinggung perasaan Jokowi.

Terlepas dari apa penyebab Jokowi mabur, namun faktanya PDIP kini tanpa orang Solo tersebut. Dan ini pastinya berdampak pada elektabiliyas partai Banteng moncong putih itu.

PDIP sebagai ‘korban’ pengeroyokan ‘keluarga besar’ kelompok pro Jokowi harus menerima ‘pil pahit’ terhadap kenyataan yang tak pernah diperkirakan sebelumnya. Tak tanggung-tanggung yang dihadapi adalah keluarga anggota elite partai ring satunya.

Namun apakah pil pahit itu akan ditelannya untuk kemudian merelakan diperlakukan seperti itu? Dari berbagai aspek analisa perang terhadap dirty politic yang menyinggung ranah kekuatan sebuah kekuasaan, tampaknya PDIP akan memunculkan perlawanan berbasis konstitusi pula.

Hanya saja sistem penjaga atau pengawal konstitusi saat ini sedang “abnormal”. Karena kepentingan pilpres telah ‘meracuni’ situasi ini. Maka strategi extraordinary harus diberlakukan dengan merujuk pada teori “api besar tak hanya ada minyak tapi juga angin yang bertiup”.

Sasaran terhadap sepak terjang pribadi Presiden Jokowi yang nyata-nyata bukan karena tugas yang diberikan partai kepadanya. Sehingga timbul kecacatan moral sebagai pemimpin pemerintahan melakukan pembiaran akan asas kepatutan menjaga integritas politik yang melibatkan anggota keluarganya secara langsung dan tidak langsung.

Megawati memang telah keliru mempersepsikan kesetiaan Jokowi baik kepada partai maupun secara khusus kepada dirinya pribadi. Tipikal Jokowi sebagai pedagang kayu (furniture) tampaknya lebih kepada karakter ‘aji mumpung’ yang tersirat jejak rekam dari awal langkah sebagai Walikota Solo hingga menjadi Gubernur DKI dilanjutkan menjadi capres dari PDIP yang kini seakan “kacang lupa kulit”.

Dan bila merujuk pada kasus ijazah palsu yang menyeruak juga bisa menyiratkan karakter sejenis di masa lalunya bila terbukti demikian. Sehingga mentalitas pribadi Jokowi dapat menjadi keprihatinan bagi rakyat. Apalagi sikap kenegarawanan menjadi hilang sama sekali dan menempatkan tanda tanya besar, apakah benar ada kebencian Jokowi yang tertutup rapat selama ini kepada elite tertentu di partainya termasuk sang ketumnya?

Yang pasti Megawati telah keliru menempatkan perasaan dan pandangannya terhadap Jokowi. Karena apa yang dipersepsikannya terhadap petugas partainya itu ternyata di sisi lain tidak sama pengertian yang dirasakan Jokowi atas persepsi itu.

Justru barangkali Ganjar lebih memahami sifat dan karakter Jokowi, sehingga tampaknya jaga jarak yang dilakukannya bukan kepura-puraan belaka. Hal ini terbukti dengan hasil ‘cawe-cawe’ Jokowi yang langsung atau tidak langsung telah mengorbitkan putra-putranya ke medan politik elite tanpa banyak kesulitan yang berarti.

(BBS/wo)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here