Raih Untung Besar Jadi Joki Pendidikan di Tengah Pandemi

0
711
Siswa belajar via online

BarisanBerita.com,- Pandemi COVID-19 membuat banyak pelajar kesulitan mengikuti metoda pembelajaran daring. Sebagian karena belum terbiasa dengan sistem belajar jarak jauh, sebagian lainnya karena gagap teknologi. Banyak di antara mereka memanfaatkan joki pendidikan untuk memenuhi tugas, dan bahkan mengikuti ujian.

“Awalnya iseng saja cari tambahan uang jajan, eh ternyata malah keterusan karena dapat banyak tambahan uang.”

Begitu Sutan, bukan nama sebenarnya, menceritakan awal mulanya menjadi joki. Mahasiswa sebuah perguruan tinggi terkemuka di kawasan Jabotabedek ini mengatakan saat pemerintah mulai memberlakukan sistem pembelajaran jarak jauh pada Maret 2020, ia banyak dimintai tolong oleh teman-temannya. Bantuannya itu ternyata membuatnya kebanjiran hadiah – dan bahkan uang – dari teman-temannya.

“Wah saya pikir, kenapa saya tidak jadikan ini bisnis. Tugas kuliah memang cukup merepotkan, tapi saya masih punya banyak waktu,” katanya.

Sutan tidak menampik bahwa apa yang dilakukannya sesungguhnya sulit dibenarkan. Namun, mahasiswa dengan indeks prestasi akademis selalu hampir sempurna ini juga mengatakan ia perlu membiayai kuliahnya, dan bahkan keluarganya. Ayahnya kehilangan pekerjaan tidak lama setelah pandemi melanda Indonesia. Sutan mengaku kliennya tidak hanya mahasiswa, tapi juga pelajar SMA dan SMP.

Sutan juga mengatakan, tidak semua kegiatan joki yang dilakukannya berdampak negatif terhadap para pelajar yang dibantunya. Menurutnya, ia tak jarang membantu mereka meringkas pelajaran sekolah sehingga mudah dipahami para kliennya.

Sutan hanyalah satu dari ratusan atau bahkan ribuan orang yang memanfaatkan peluang menguntungkan di masa pandemi. Keterbelakangan atau gagap teknologi di kalangan murid dan guru, membuat permintaan akan eksistensi mereka meningkat.

Komunikasi digital yang kian populer di kalangan masyarakat juga memudahkan mereka beraksi. Di semua media sosial, kini dengan mudah bisa ditemukan orang-orang yang menawarkan bantuan mulai dari menghadiri kelas atau ruang kuliah online, menyelesaikan tugas sekolah, mengikuti ujian, dan bahkan menyusun skripsi atau tesis. Mereka bahkan tak sungkan mengungkap nomor telepon Whatsapp yang bisa dihubungi di media-media sosial.

Hendra, juga bukan nama sebenarnya, bahkan tidak bekerja sebagai joki sendirian. Ia punya jaringan yang terdiri dari para mahasiswa dan pelajar SMA. Ia umumnya bertugas menerima order, dan kemudian mendistribusikannya ke kolega-koleganya.

“Joki-joki itu tidak menguasai semua mata pelajaran. Jadi kami bagi-bagi tugas. Ada yang senang mendapat order matematika, ada yang senang menerima order kimia. Pokoknya macam-macam,” ujar Hendra.

Hendra mengaku sebagai agen joki, ia bisa mendapatkan pendapatan tambahan hingga belasan juta rupiah setiap bulan. Pendapatan terbesar biasanya diperoleh menjelang akhir semester, sewaktu tugas-tugas sekolah bertumpuk dan ujian berlangsung.

Sutan membenarkan bahwa pekerjaan sebagai joki cukup menguntungkan. Ia sendiri bisa mengumpulkan uang Rp4 hingga Rp6 juta setiap bulan, dan sekitar Rp7 hingga Rp10 juta menjelang akhir semester.

Hendra dan Sutan sama-sama mengatakan, joki dan kliennya, harus pandai-pandai menjaga kerahasiaan. Tak heran komunikasi antara joki dan klien sering tidak sepenuhnya terbuka. Joki terkadang tidak tahu siapa yang mereka bantu, begitupun halnya orang yang dibantu tidak mengetahui siapa jokinya.

“Prinsipnya, kita sama-sama paham. Kalau urusan ini terbongkar, mereka bisa diberhentikan dari sekolah atau kena tindakan administrasi. Kalau identitas joki terungkap, wah kita bisa tersandung hukum,” katanya.

Tina, bukan nama sebenarnya, mengaku membatasi kegiatannya sebagai joki. Ia hanya menawarkan jasa menghadiri kelas online untuk meringkas pelajaran sekolah dan kemudian memberikan bimbingan atau tutorial pada kliennya. Ia mendapatkan pemasukan sekitar Rp500 ribu setiap bulan.

Mahasiswa S-1 Sistem Informasi ini memulai karier jokinya sejak awal pandemi, tetapi kemudian serius menggelutinya ketika memasuki semester keenam masa kuliahnya. Menurutnya, pekerjaannya sebagai joki tidak merugikan para pelajar yang dibantunya, melainkan meningkatkan pemahaman akan mata pelajaran yang harus mereka ikuti.

Supriyoko, seorang pakar pendidikan yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, menyayangkan maraknya bisnis perjokian di bidang pendidikan di Indonesia. Menurutnya, fenomena ini muncul karena ketidaksiapan dunia pendidikan nasional dalam memberlakukan pendidikan daring. Ia mengatakan. sementara banyak guru dan murid yang gagap teknologi, sistem pendidikan Indonesia masih sangat terfokus pada sistem pembelajaran tatap muka yang konvensional.

“Ini kekurangan pendidikan daring. Ada guru yang tidak tahu kalau siswanya tidak aktif. Bahkan ada guru yang tidak tahu bahwa siswanya tidak ikut. Lalu ada guru yang tidak tahu bahwa siswanya tidak fokus pada pembelajaran. Karena, kalaupun menggunakan Google Meet, misalnya, wajahnya diperlihatkan tapi ia mengerjakan pekerjaan lain,” katanya.

Mantan sekretaris Komisi Nasional Pendidikan ini mengatakan, joki pendidikan seharusnya diberantas karena merugikan proses pembelajaran.

Namun, mungkinkah itu dilakukan? Suyanto, pakar pendidikan yang pernah menjabat sebagai rektor Universitas Negeri Yogyakarta meragukannya, mengingat tingginya permintaan akan joki pendidikan di masa pandemi.

“Harus! Tapi apakah itu bisa? Persoalannya kan begitu. Itu akibat adanya demand. Kalau ada demand, sesuai hukum pasar, apapun terjadilah,” kata Suyanto.

Supriyoko dan Suyanto sama-sama sepakat bahwa untuk bisa memberantas joki pendidikan, infrastruktur pembelajaran daring harus diperbaiki, termasuk pemerataan akses internet yang handal, pengadaan perangkat teknologi bagi siswa miskin, dan peningkatan kemampuan teknologi komunikasi untuk siswa dan guru.

(VOA)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here