Pembebasan Tanah dan Korupsi IMB Jadi Makanan Empuk Oknum Pejabat DKI

0
703
Ilustrasi praktik suap

Jakarta, BarisanBerita.com,- Kasus pembebasan tanah untuk program DP Rp 0, menyeret pejabat DKI Jakarta karena diduga mengorupsi anggaran dari selisih harga yang dilakukan.

KPK turun tangan pada kasus tersebut karena nilai kerugian yang mencapai triliunan rupiah.

Dari sejumlah penelusuran BarisanBerita.com, untuk kasus pembebasan tanah biasanya ada modus penyandang dana yang membeli tanah warga dengan harga murah, lalu menjualnya ke Pemprov DKI dengan harga lebih tinggi.

Kasus pembebasan tanah juga pernah terjadi dalam kasus waduk di Cipedak, Jakarta Selatan.

Korupsi IMB

Tak kalah besarnya kasus-kasus korupsi juga terjadi pada penyelewengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), yang sekarang diubah menjadi Persetujuan Pembangunan gedung (PPG).

Kasus IMB biasanya melibatkan oknum PNS di Dinas dan Sudin CKTRP. Pelanggaran izin, mulai dari tak sesuai jumlah lantai hingga sama sekali tak ber-IMB sering terjadi di DKI Jakarta. Akibatnya, Pemprov banyak kehilangan dana dari uang retribusi.

Para oknum PNS di CKTRP ini terkadang brutal dalam menjalankan aksinya. Mereka dengan mudahnya memberi peluang kepada oknum pengembang untuk melanggar. Namun harga untuk transaksi gelap itu memang tak murah, sesuai zona peruntukan dan nilai jual lokasi.

Sejumlah pengamat meminta KPK turun tangan atas maraknya praktik di CKTRP di DKI ini karena nilai kerugiannya yang luar biasa, dan melibatkan pejabat-pejabat penting.

Kasus pembebasan tanah

Sementara, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut kasus korupsi tanah di DKI sudah diketahui berlangsung sejak lama. Termasuk oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Tapi, kata Riza, penyelesaian kasus korupsi tanah tersebut bukanlah sesuatu yang mudah diselesaikan.

“Memang soal kasus tanah ini di DKI terjadi sejak lama dan tahun-tahun sebelumnya memang banyak kasus mafia tanah. Tapi ini bukanlah pekerjaan yang mudah,” kata Riza di Balai Kota Jakarta, Senin (8/3/2021) malam.

Pemprov DKI, kata Riza, berusaha semaksimal mungkin dan hati-hati dalam penyelesaian mafia tanah ini, karenanya dia meminta dukungan pada instansi terkait seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan aparat penegak hukum untuk sama-sama mencermati dan meneliti proses pembelian lahan.

“Kami sendiri membeli lahan ada syaratnya, minimal syaratnya harus sertifikat. Di samping syarat-syarat lain kita cek ke notaris, BPN, cek ke yang lain. Kalau kemudian terjadi ada masalah, di sini kami akan melihat siapa yang sengaja mengubah data, memanipulasi sertifikat, menduplikasi, dan sebagainya,” ujar Riza.

Masalah tanah di Jakarta ini, menurut Riza, merupakan salah satu masalah yang kompleks.

Karenanya, Riza setuju dengan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memberantas mafia tanah.

“Tidak hanya di Jakarta tapi juga di seluruh Indonesia. Mudah-mudahan tidak ada lagi mafia-mafia tanah yang mempermainkan, apalagi merebut hak tanah warga-warga terlebih bagi masyarakat kecil,” kata Riza menambahkan.

Sebelumnya di DKI memang beberapa kali diinformasikan terdapat persoalan mengenai tanah. Terakhir kasus korupsi lahan yang juga menjerat Dirut PT Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan, yang juga disebut-sebut untuk proyek program di BUMD milik Pemprov DKI Jakarta tersebut.

Saat ini, Yoory C Pinontoan dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Dirut Sarana Jaya. Kemudian Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra Sukmono Arharrys ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Perumda Pembangunan Sarana Jaya paling lama tiga bulan terhitung sejak ditetapkannya keputusan gubernur, dengan opsi dapat diperpanjang.

Sebelumnya, KPK tengah melakukan penyidikan perkara dugaan korupsi pembelian tanah di beberapa lokasi, untuk Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta.

Sebanyak sembilan objek pembelian tanah yang diduga dimark up, salah satunya adalah pembelian tanah seluas 41.921 m2 yang berada di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur tahun 2019.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, dalam proses penyidikan sengkarut tanah ini, penyidik lembaga antirasuah telah menetapkan empat pihak sebagai tersangka.

Mereka adalah Yoory Corneles (YC) selaku Dirut Sarana Jaya, Anja Runtuwene (AR) dan Tommy Adrian (TA). Selain itu, penyidik juga menetapkan PT AP (Adonara Propertindo) selaku penjual tanah sebagai tersangka kasus yang terindikasi merugikan keuangan negara senilai Rp100 miliar.

Indikasi kerugian negara sebesar Rp 100 miliar, terjadi karena ada selisih harga tanah Rp 5.200.000 per meter persegi dengan total pembelian Rp 217.989.200.000. Sementara dari total 9 kasus pembelian tanah yang dilaporkan ke KPK, terindikasi merugikan keuangan negara sekitar Rp1 triliun.

Atas perbuatannya, keempat pihak ini disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terkait sengkarut kasus mark up pembelian tanah ini, penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, di antaranya di rumah YC dan kantor pusat PSJ. Penggeledahan dilakukan pada Rabu (3/3) lalu.

Menurut informasi yang didapat media dari pihak KPK, terdapat sembilan laporan dugaan korupsi yang dilakukan oleh pihak BUMD DKI Jakarta. Adapun, dari sembilan laporan itu yang sudah naik ke penyidikan yakni terkait pembelian tanah di daerah Munjul, Pondok Ranggon untuk program rumah DP Rp0.

Menurut informasi yang sama, modus korupsi itu diduga terkait mark up atau permainan harga yang ditaksir oleh pihak appraisal yang tidak berkompeten. Total dari sembilan laporan itu terindikasi merugikan keuangan negara hingga Rp1 triliun. Sedangkan untuk satu laporan yang telah naik ke taraf penyidikan tersebut total kerugian negara di angka sekitar Rp 100 miliar.

(Antara, Wo)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here