Anies Terapkan PSBB Lagi, Pengusaha Ritel Menjerit: “Kami Sudah Berdarah-darah”

0
878
Pedagang keluhkan sepinya pengunjung

Pemerintah provinsi DKI Jakarta tengah mengkaji unit-unit kegiatan yang akan ditutup saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Senin (14/9/2020) mendatang. Hal ini termasuk apakah mal atau pusat perbelanjaan modern akan tetap diizinkan buka.

“Kalau mal belum [ada keputusan], akan dikaji lagi dalam beberapa hari ini,” kata Ahmad Riza Patria, wakil gubernur DKI Jakarta, seperti dilansir BBC Indonesia (10/9/2020).

Ahmad Riza Patria mengklaim bahwa sejauh ini tidak terjadi klaster penyebaran di mal.

Sementara itu, Tutum Rahanta, anggota Dewan Penasihat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, atau Hippindo, mengatakan bahwa pihaknya “memohon” kepada pemerintah daerah agar pusat-pusat belanja modern tidak menjadi bagian dari unit kegiatan yang harus tutup saat PSBB kembali diberlakukan di Jakarta.

“Sumbernya selama ini bukan dari pusat belanja dan modern trade, sebaiknya kitalah yang tidak dilarang [beroperasi], supaya ini memberikan contoh kepada sektor-sektor yang lain untuk menjaga lingkungan masing-masing dengan protokol [kesehatan] yang ketat,” kata Tutum.

Menurut Tutum, saat ini banyak anggota Hippindo yang laporan keuangannya “berdarah-darah”, bahkan ada beberapa yang tengah menjual perusahaannya.

“Dalam sisa napas terakhir itu mereka bertahan semaksimal mungkin, karena value perusahaan itu masih ada, bisa mereka jual. Nah sedangkan untuk outlet-outlet [mereka] selama ini hanya menjadi ruang hampa yang tidak ada penghuninya,” ujar Tutum.

Ia mengatakan, beberapa bulan sejak pandemi Covid-19 dideteksi di Indonesia pada Maret lalu, banyak perusahaan yang mulai menutup toko di pusat perbelanjaan yang tidak bisa menghasilkan guna menjaga pemasukan perusahaan.

Meski mal dan toko-toko non-esensial dibolehkan buka saat PSBB transisi 15 Juni silam, Tutum mengatakan penjualan masih belum kembali normal karena daya beli konsumen yang melemah.

“Saat PSBB pertama di bulan April, sampai sekarang saja, kondisinya sudah makin melemah. Pengunjung pusat belanja pun masih di bawah angka target dari keharusan kita menjalankan bisnis kita, contoh, kita diizinkan 50% dari kapasitas [total pengunjung], 50% pun belum tercapai hingga saat ini. Sehingga apa yang kami [lakukan] saat [mal] buka ini adalah lebih untuk menjaga situasi perekonomian agar dapat berjalan, tapi pendapatan kami masih jauh dari harapan untuk menutupi biaya-biaya yang harus dipikul oleh kami,” jelasnya.

“Kalau [PSBB] ini dilakukan sekali lagi, kami ini sudah berdarah-darah, saya kira mempercepat ‘kematian-kematian’ di sektor kami.”

Kerugian ini dialami oleh Sudradjat, pemilik Breso Resto dan Coffee yang salah satu cabangnya beroperasi di salah satu mal di Jakarta.

“Dengan adanya PSBB [hari Senin] maka dua [cabang] harus tutup, tapi kalau [pandemi] ini bisa diperketat, penanggulangannya bisa cepat. Tapi kalau dibiarkan ya tentu akan lama, implikasinya makin panjang, ekonomi juga masih dalam kondisi yang berat, apalagi yang terkait dengan pariwisata, hotel, itu yang pemulihannya paling susah,” ujar Sudradjat yang juga memiliki hotel di Solo, Jawa Tengah, itu.

Bisnis restorannya selama masa PSBB dan PSBB transisi “jeblok”, kata Sudradjat.

“Boleh dikata sepi lah, [restoran buka] hanya untuk memberi penghidupan pada pekerja-pekerja saja, ya makan tabungan. Tapi kan memberi lapangan pekerjaan, meski tidak semuanya, karena ada [staf] yang dirumahkan, ada yang satu hari kerja, satu hari libur. Ada yang [uangnya] cukup hanya untuk makan, akhirnya ada [staf] yang bilang ‘maaf pak saya tidak bisa melanjutkan, saya pulang kampung dulu’,” ujarnya.

(BBS)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here