Awas, Lonjakan Covid 19 Masih Mengintai

0
1070
Wisatawan berkeliling menikmati suasana saat hari pertama uji coba pembukaan Daya Tarik Wisata (DTW) Uluwatu, Badung, Bali, Senin (13/9/2021). Foto: Antara

BarisanBerita.com,- Kekhawatiran akan “meluapnya” kegembiraan masyarakat atas menurunnya penyebaran covid-19 mulai tampak. Buktinya mulai marak warga berpergian dengan mengabaikan Prokes.

Pemerintah Indonesia mengeklaim angka positivity rate atau rasio positif Covid-19 di Indonesia mencatat rekor terendah, yaitu 3,05%, namun hal ini diragukan seorang ahli penyakit menular lantaran pelacakan kontak (tracing) dan pengetesan (testing) yang dianggap masih rendah.

Apabila klaim angka positivity rate sebesar 3,05% per tanggal 12 September itu sesuai kenyataan, maka Indonesia sudah di bawah ambang batas minimal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 5%.

Positivity rate adalah persentase jumlah kasus positif terinfeksi virus corona dibagi dengan jumlah orang yang menjalani tes atau pemeriksaan.

Seperti diketahui, apabila positivity rate suatu wilayah semakin tinggi, maka kondisi pandemi di daerah tersebut memburuk.

Namun jika rendah, akan terjadi sebaliknya.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (13/09), mengungkapkan rekor terendah angka positivity rate itu, seiring menurunnya kasus penularan Covid-19 di Indonesia belakangan ini.

“Dari enam indikator WHO, untuk kasus konfirmasi sudah masuk ke level satu, yaitu level yang paling baik di bawah 20 kasus konfirmasi per 100.000 penduduk per minggu… positivity rate-nya sudah turun ke batas normalnya WHO di bawah 5%,” ungkap Budi Gunadi.

Budi Gunadi juga mengeklaim bahwa upaya pelacakan kontak Covid-19 yang dilakukan pemerintah “sudah jauh membaik” sesuai standar WHO.

Mengapa ahli penyakit menular meragukan data pemerintah?

Namun, epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, standarisasi pelacakan kontak dan testing Covid-19 yang sudah digariskan pemerintah, tidak berjalan semestinya di lapangan.

“Kota-kota atau kabupaten tidak ada yang melakukan tes secara sempurna, kecuali Jakarta, tapi kalau tracing-nya semuanya ‘hancur’,” kata Tri Yunis Miko Wahyono kepada BBC News Indonesia, Senin (13/09).

Untuk itulah, Tri Yunis meminta pemerintah Indonesia supaya memastikan agar data-datanya terkait penurunan kasus Covid-19 itu “dikonfirmasi dengan baik”.

“Makanya saya ingatkan kepada pemerintah, kalau datanya tidak bisa dipastikan, saya khawatir akan terjadi lonjakan [kasus],” ujarnya.

“Kalau tidak standar tesnya, kemudian juga kontak tracing-nya tidak standar, maka kemudian angka yang dibacakan bahwa ada penurunan level itu, ya, berarti angkanya semu,” tambahnya.

Temuan tiga kasus terkait pelacakan covid-19 di kota Makassar (Sulsel), dan kota Kendari (Sulawesi Tenggara), yang dilaporkan wartawan setempat kepada BBC News Indonesia, juga menguatkan kekhawatiran pakar penyakit menular tersebut.

Sementara, pakar permodelan matematika dari Institut Teknologi Bogor (ITB) Nuning Nuraini mengatakan, penurunan positivity rate di Indonesia tidak terlepas dari penurunan kasus Covid-19 di Indonesia sejak Agustus lalu.

“Memang tampak menurun, kapasitas tes juga tinggi di sekitar Juli karena memang banyak kasus ditemukan, tapi seiring dengan penurunan kasus maka jumlah orang yang di tes juga menurun, dan hal ini berakibat pada positivity rate yang turun,” kata Nuning dalam pesan tertulis kepada BBC News Indonesia, Senin (13/09),

“Natural sebenarnya, namun jika kita ingin melihat dengan ‘baik’ situasinya, saat ini sebenarnya waktu untuk melakukan sampling test untuk memastikan bahwa kondisinya memang ‘aman’,” tambahnya.

Sebelumnya, WHO menyoroti angka positivity rate Covid-19 di Indonesia yang sudah di bawah batas aman 5%.

“Sejak catatan mingguan 30 Agustus hingga 5 September, angka positivity rate menurun menjadi 6,6%, dari pekan sebelumnya 12,1%,” ungkap WHO dalam laporan mingguan yang dirilis Rabu (08/09) lalu.

(BBS/wo)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here