Teror dari Para Sel Senyap

0
245
Densus 88

BarisanBerita.com,- Gerakan terorisme di Indonesia makin menggila lantaran tak juga mati. Sel-sel senyap terorisme berjalan seolah ada yang memberi komando. Mereka merasuk ke inti paling dalam negara—pertahanan.

Tiga anggota Polri ikut ditangkap buntut kasus penangkapan teroris di Bekasi Utara, Kota Bekasi.

Diberitakan sebelumnya, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkapkan, karyawan PT Kereta Api Indonesia (KAI) berinisial DE telah ditetapkan menjadi tersangka teroris.

DE diduga memiliki akun marketplace atau platform yang disediakan untuk para penjual senpi berkumpul.

“Masalah marketplace itu adalah kamuflase memang, kalau saya bicara dengan penyidik kita menyimpulkan memang itu sebagai sarana dia untuk mencari uang juga, tapi juga untuk menyamarkan aktivitasnya terkait dengan barang-barang (senjata api) ini,” kata Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Aswin menjelaskan, DE menjual mainan-main yang berkaitan dengan alat militer di marketplace itu.

Karena itu, diduga bahwa marketplace tersebut dipakai sebagai alat kamuflase melakukan perdagangan senpi ilegal.

Beberapa senjata api, ratusan peluru, ponsel, laptop, kamera, dan bendera yang terafiliasi ISIS dijejerkan di teras rumah DE. Aswin sebelumnya mengungkapkan, DE merupakan pendukung Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Ia juga aktif melakukan propaganda jihad di media sosial dengan cara memberikan motivasi untuk berjihad dan menyerukan agar bersatu dalam tujuan berjihad melalui Facebook.

DE pernah membuat unggahan dalam media sosial Facebook berupa poster digital berbahasa Arab dan Indonesia kepada pimpinan ISIS yaitu Abu Al Husain Al Husaini Al Quraysi.

Di Indonesia sendiri, sebenarnya apa hal utama yang menjadi motif tindakan terorisme dan radikalisme?

Ada dua kelompok besar, kelompok yang berkaitan dengan Al-Qaeda dan ISIS. Al-Qaeda ini yang dulu namaya al-Jama’a al-Islamiyya, sekarang mereka sedang konsoliasi menjadi sleeper cell dalam jumlah yang cukup banyak. Dari kelompok ISIS yang sekarang ada JAD, JAT, MIT, dan lain-lain.

Tujuan keduanya sebenarnya mendirikan negara khilafah, tujuan politik. Cara-cara yang mereka gunakan memang dengan kekerasan, tetapi mereka mengatasnamakan agama. Agama ini sebagai daya tarik. Sebenarnya kita harus lakukan assessment (penilaian) ketika ada orang terpapar paham radikal, apakah dia memang punya tujuan politik atau dia menjadi korban propaganda. Ini perlu ada penilaian lebih detil.

Kriteria orang seperti apa yang kini mereka (teroris) incar dalam menyebarkan paham radikal?

Media sosial sekarang jadi alat penting untuk propaganda, cara paling efektif karena mereka bisa menyebarkan dan bisa dilihat oleh siapa pun. Berbeda dengan era dulu. Kalau al-Jama’a al-Islamiyya mereka tatap muka orang per orang, jadi waktunya cukup lama untuk meyakinkan orang untuk ikut kelompok mereka. Kalau sekarang cukup cepat, apalagi dengan fenomena di mana orang hanya menganggap kebenaran pada apa yang mereka sukai.

Apa yang perlu ditingkatkan oleh pemerintah dalam melakukan langkah-langkah preventif terkait masalah terorisme maupun radikalisme?

BNPT perlu lebih maksimal lagi membangun ketahanan nasional, dalam arti masyarakat disadarkan akan bahaya radikalisme. Masyarakat diberi wake up alarm, ini loh sudah bahaya, segara lakukan deteksi dini. Jadi paling penting melibatkan masyarakat, BNPT tidak bisa sendirian menangani seperti ini.

Lalu bagaimana Anda melihat sikap pemerintah sejauh ini terhadap para pelaku tindak pidana terorisme? Yang terbaru, pemerintah telah mengangkat istri terpidana pelaku bom Bali Umar Patek sebagai WNI.

Harus tegas terhadap pelaku kejahatan luar biasa, namun pembinaan juga perlu. Bagi teroris yang sudah jalani hukuman dan mau membantu pemerintah privilege itu wajar. Pendekatan restorative justice, ini bagian dari upaya deradikalisasi.

(BBS/Tmp)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here