Ketika Komunitas Sikh Percaya Berbagi Kebaikan

0
1122
Warga Sikh membantu pasien terjangkit covid-19

BarisanBerita.com,- Ternyata berbuat baik itu tak cuma menambah pahala, tapi juga menyehatkan jiwa. Dan kaum Sikh percaya hal itu.

Didirikan sekitar 500 tahun lalu di kawasan yang kini menjadi wilayah Punjab di India, Sikhisme adalah agama terbesar kelima di dunia. Namun mengapa para pengikutnya kerap melakukan aksi kemanusiaan? Penulis Mayal Khanna menuturkan tentang tradisi memberi bantuan yang melekat pada komunitas ini.

Sebutkan bencana apa saja di dunia dan kemungkinan besar Anda akan menemukan relawan Sikh di lokasi guna membantu korban kerusuhan, memberi makan para migran, dan membantu mendirikan rumah yang rusak dilanda gempa bumi.

Dari krisis Rohingya di Myanmar, serangan teror di Paris, aksi protes kaum petani di India, hingga demonstrasi memprotes pembunuhan George Floyd di Amerika Serikat, ada saja orang dari komunitas dengan 30 juta pengikut ini hadir untuk membantu para insan yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya.

Pada masa pandemi, aksi sosial ini justru semakin kuat, seperti yang diulas BBCIndonesia.com.

Di Maharashtra di bagian barat India, sebuah gurdwara (tempat beribadah komunitas Sikh) memberi makan dua juta orang dalam 10 pekan, tahun lalu.

Beberapa gurdwara lainnya di India melumerkan emas yang mereka kumpulkan selama 50 tahun terakhir untuk mendirikan rumah sakit dan klinik. Lantas sejumlah LSM Sikh mendirikan ‘langar oksigen’ — langar adalah dapur umum di gurdwara — guna menyediakan oksigen secara cuma-cuma untuk masyarakat di India ketika khalayak menghadapi gelombang kedua pandemi virus corona.

Mengapa para pengikut Sikh gencar membantu masyarakat? Banyak agama lain juga memerintahkan pengikut mereka berbuat baik, tapi bagaimana komunitas Sikh begitu efektif dalam melakukan aksi kemanusiaan?

Aksi tersebut berakar pada ajaran pendiri komunitas Sikh, Guru Nanak. Dia mengatakan perbuatan yang tak mementingkan diri sendiri (dikenal dengan istilah seva) serta kerja keras sama pentingnya dengan berdoa.

Ketika para pengikut Sikh beribadah ke gurdwara, mereka mempelajari kitab suci, mengucap syukur, dan berdoa. Tak berhenti di situ, mereka juga menghabiskan waktu untuk memasak dan melayani kebutuhan di dapur umum (langar), menata sepatu-sepatu sesama jemaah, dan membersihkan tempat ibadah.

Tempat ibadah bukan hanya tempat untuk menyembah Tuhan — melainkan juga dapur umum, tempat singgah para tunawisma, dan pusat komunitas. Singkat kata, sebuah rumah bagi banyak orang — khususnya untuk mereka yang tidak punya rumah.

Dengan menjadikan seva sebagai salah satu pilar ibadah, Guru Nanak menanamkan sikap membantu sesama pada para pengikutnya.

Itu sebabnya seorang penjual sayur pengikut Sikh bernama Baljinder Singh tak pernah absen menata alas kaki jemaah Muslim saat mereka salat Jumat di masjid dekat rumahnya di Punjab selama 40 tahun terakhir.

“Bagi saya kemanusiaan di atas agama apapun,” ujar Singh.

Sejumlah kajian menyebutkan, jika kita mengalihkan fokus dari masalah yang kita alami dengan membantu sesama, kesehatan mental kita akan terjaga. Pasalnya, sikap memberi berkaitan dengan beragam manfaat — semisal tekanan darah yang rendah, tingkat kematian yang rendah, mood yang lebih baik, dan kegembiraan yang tinggi.

Aktif bekerja memakai tangan juga punya faedah tersendiri.

Ambil contoh Nisharat Kaur Matharu. Pada usia 97 tahun, perempuan ini rajin memasak di tempat penampungan tunawisma selama masa pandemi di Southall, London.

Matharu sebenarnya bisa saja bersantai di rumahnya. Tapi dia meyakini bahwa selama tangan dan kakinya bisa digunakan, dia harus menggunakannya untuk melayani sesama. Bekerja di penampungan tunawisma kemudian menjadi semacam meditasi bagi dirinya.

Contoh lain adalah Hasmeet Singh Chandok, yang kerap disangka seorang Muslim di lingkungan tempat tinggalnya di Nova Scotia, Kanada. Dia rutin membantu orang lain dan menemukan kebahagiaan.

Berbuat baik, seperti yang dilakukan Matharu dan Chandok, diyakini merupakan hasil dari apa yang tertanam pada diri mereka.

Setiap hari, komunitas Sikh berdoa memohon dua hal.

Pertama “sarbat da bhalla” alias kesejahteraan bagi semua makhluk hidup. Dengan melakukan ini, para pengikut Sikh secara sadar menerima bahwa semua makhluk hidup berharga. Inilah mengapa gurdwara terbuka bagi semua orang dan mengapa para pengikut Sikh berupaya tidak mementingkan diri sendiri (seva).

Permohonan kedua adalah “chardi kala” alias terus bersikap positif. Para penganut Sikh menyebut kedua kata ini setiap saat ketika beribadah di gurdwara, di pernikahan, pada acara perayaan, dan kepada satu sama lain ketika terjadi kesusahan.

Motivasi melakukan seva, dengan demikian, menemukan kebahagiaan dalam tujuan hidup.

Para psikolog sepakat bahwa ada dua macam kebahagiaan yang menghasilkan kehidupan berarti.

Kebahagiaan hedonistik bergantung pada faktor-faktor eksternal seperti pujian, membeli barang, berjalan-jalan. Kemudian eudaimonik — kata dalam bahasa Yunani bermakna kebahagiaan atau kesejahteran. Kebahagiaan jenis itu berasal dari mempelajari keahlian baru, menghabiskan waktu bersama keluarga, atau melayani sesama.

Komunitas Sikh terbiasa menggabungkan kedua kebahagiaan tersebut.

Apakah itu berarti semua penganut Sikh adalah orang yang gembira dan suka memberi?

Jelas tidak. Ada hal-hal buruk pada komunitas Sikh, seperti budaya patriarkat dan kejahatan. Masalah-masalah ini banyak terjadi di tengah sikap membantu mereka.

Sebagai contoh, penyalahgunaan narkoba dan kejahatan yang berkaitan dengan narkoba jauh lebih tinggi di Punjab, ketimbang di negara-negara bagian lainnya di India, menurut survei Ketergantungan Opioid Punjab pada 2015.

Seperti layaknya manusia, para penganut Sikh juga bercela. Saya tidak berargumen bahwa mereka lebih baik dari kita semua.

Bagaimanapun, pengejawantahan keyakinan mereka dan dorongan dalam diri mereka membuat komunitas ini banyak berbuat baik.

Dalam Sikhisme, berbuat baik adalah perayaan bukan tugas. Inilah rahasianya. Itu sebabnya Matharu terus melayani para insan pada usia 97 tahun. Dan itu pula sebabnya mengapa komunitas Sikh memberi makan para polisi saat kalangan petani melakoni aksi protes besar-besaran di India.

Dari luar, perbuatan seva tampak tak mementingkan diri sendiri, tapi melakukannya membuat pelakunya mengalami ketenangan batin dan kebahagiaan penuh makna. Solusinya terlihat luar biasa, tapi juga sederhana.

(BBS)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here