Kisah Nyata Daniella: Saya Kecanduan Film Porno dan Itu Hampir Menghancurkan Hidup Saya

0
1424
Courtney Daniella Boateng

Saat berusia 10 tahun dan masih murid SD, Courtney Daniella Boateng Mulai kecanduan menonton film porno di internet.

Dan saat ini usianya sudah 23 tahun, Daniella mengungkap kecanduannya pada film-film porno, sampai akhirnya pada empat tahun terakhir ini, dia berjuang melawan hal tersebut.

Daniella saat berusia 10 tahun

“Saya terperangah saat membuka layar komputer, dan napas saya sempat tersengal saat melihat adegan pria dan wanita melakukan seks secara vulgar. Umur saya 10 tahun kala itu. Dan saya tahu harusnya tak menonton film porno itu, tapi saya tak bisa menghentikannya,” kata Danniela.

Saat itu, Daniella bingung dan bertanya, apakah ini yang disebut “Seks” yang berselubung musik dan video? Yang jelas, saya tak bisa berpaling dari gambar itu, dan hal ini merupakan yang pertama baginya.

Sebagai anak kecil saat itu, rasa ingin tahu saya begitu besar. Pertanyaan sering hinggap di benak saya, mulai dari soal hewan hingga ilmu pengetahuan. Dan semua itu hampir saya dapatkan di saluran Youtube.

Pada tahun terakhir di SD, di London Inggris, Juni 2007, fokus saya sudah tertuju pada film porno, dan masih saat itu, saya menganggap film orang dewasa itu sebagai pengetahuan.

Kegiatan itu berlangsung tanpa sepengetahuan orang tua. Dan setiap Rabu, saya dengan santainya ber-online dengan jaringan porno, Porhub. Sejak itu, kegemaran saya tak pernah ada yang tahu.

“Hobi” itu makin mudah dilakukan hingga saat berusia 18 tahun. Ayah dan ibu tak pernah memeriksa komputer saya, bahkan tak sekalipun menggunakan sistem pengaman (parental lock) agar anak tak bisa menonton film dewasa. Orang tua saya percaya begitu saja pada apa yang saya lakukan.

Makin saya sering melihat film porno, makin saya tak bisa berhenti. Saya makin kacau, apalagi saat orang tua makin sibuk. Situs porno terus saya jelajahi sambil mencari adegan-adegan porno yang makin membuat saya kecanduan.

Buang-buang waktu

Bulan demi bulan, saya tak bisa lepas dari pornografi. Otak saya seperti melintir pusing kalau tak menonton film porno. Bayangan adegan cabul itu terus menempel di benak saya.

Kecanduan pornografi menganggu hubungan Daniella dan pacarnya.

Agar tak ketahuan orang tua, setiap selesai menonton film-film dewasa, saya selalu menghapus riwayat pencarian. Di dalam kamar, saat sedang nonton, agar tak ada orang dengan mudah masuk ke kamar, saya menaruh tas di balik pintu sebagai penghalang. Dan saya juga menyimpan rahasia bandel saya dari teman-teman. Intinya tak ada seorang pun yang boleh tahu kecanduan saya.

Kecanduan saya terus berlanjut hingga SMP. Dua jam dalam seminggu, saya menonton film-film porno secara online.

Film porno yang saya sukai adalah adegan romantis, dan saya akan berhenti ketika ada adegan kekerasan pada perempuan. Frekwensi saya menonton film-film cabul itu makin sering, dan membuat otak saya kadang “blank”.

Kecanduan saya pada pornografi, sebenarnya berubah saat saya berusia 15 tahun. Saat menghadapi ujian akhir, saya sangat stress, dan takut tak lulus ujian.

Saya merasa sering khawatir dan menonton film porno menjadi pelarian saya. Saya mulai bermasturbasi, dan setiap kali selesai, saya merasa lebih santai.

Namun, kebiasaaan itu cuma sebentar menghilangkan rasa khawatir, dan itu makin buruk karena setiap kali stress, maka saya makin sering menonton film porno dan bermasturbasi.

Tahun 2014, saya makin parah. Saya bisa masturbasi dua sampai tiga kali dalam seminggu. Sebagian teman saya ternyata juga ada yang sama dengan kelakuan saya. Namun, saya tetap tak berani terus terang tentang kebiasaan buruk tersebut.

Saya makin tak terkendali. Di bulan Februari saya mencoba untuk stop, cukup sudah kebiasaan buruk ini. Tekanan untuk masuk universitas makin tinggi berbarengan dengan meningkatnya tingkat emosi saya. Dan semuanya makin tak bisa dikendalikan.

Saya bilang ke orang tua tentang masalah stres yang saya hadapi. Mereka hanya menyarankan saya untuk lebih banyak tidur, dan istirahat karena mereka tak tahu penyebab sebenarnya.

Badan saya makin tak sehat. Saya merasa tercekik. Dan saya hampir kehilangan nyawa saya, saat saya menelan banyak obat yang mengandung paracetamol, dan saya mengunci pintu kamar saya. Beruntung, saat saya jatuh pingsan, kakak saya melihat dan segera menghubungi ambulan.

Di rumah sakit, dokter yang merawat meminta saya untuk terbuka. Ibu saya dengan sedih menanyakan apa yang telah saya lakukan. Saya masih belum berani terus terang, namun saya sadar, masturbasi yang sering saya lakukan untuk menghilangkan stres, ternyata sangat fatal akibatnya.

Harapan yang berlebihan

Saya belum sadar bahaya kebiasaan itu, sampai saya berpacaran dengan seorang pria, pada Desember 2015.

Hubungan dengan pacar saya kacau. Di otak saya, cuma tentang berhubungan seks, sehingga pacaran yang kami jalankan tak pernah diisi dengan perasaan cinta dan sayang. Semua cuma nafsu. Setelah itu, kami putus. Namun, saya tak berterus terang tentang sisi gelap hidup saya.

Dan kebiasaan saya bermartubasi tetap belum hilang, apalagi saat saya cemas dan stress. Dan saya makin benci tubuh saya dengan para pemain film porno yang memiliki tubuh aduhai, dan seolah tak pernah lelah, sambil tetap bernafsu saat beradegan seks.

Tahun 2016, saya pergi ke Turki untuk jelan-jalan. Di sana, dengan seorang diri, saya sempat bebas dari menonton film porno dan masturbasi. Saya berusaha menghilangkan kebiasaan buruk saya itu.

Saya sempat ingin berhenti dengan berlatih Yoga, melakukan hubungan dengan teman-teman dan pergi ke gereja.

Usaha itu sempat berhasil, dan saya merasa agak baikan, tak hanya tubuh tapi juga pikiran.

Namun, saya belum mampu berterus terang pada orang tua, karena saya pikir mereka dari generasi yang berbeda dengan saya. Saya tak mengaku hingga saya membuat video dan ditanyangkan di Youtube tentang pengakuan saya soal kecanduan pornografi. Video itu tayang pada April 2020.

Usai ditayangkan, lebih dari 800 ribu penonton menyaksikan video pengakuan saya. Komentar mereka sangat beragam, dan rata-rata mendukung saya dalam menghadapi kecanduan tersebut. Saya merasa dibantu dan didukung.

Keluarga saya juga ternyata mendukung dan meminta saya untuk berjuang mengatasi masalah yang sudah lama saya hadapi. Mereka mensuport saya.

Untuk mulai melawan kecanduan, saya mulai mencari tahu tentang industri film porno dan hal nyata yang sebenarnya terjadi pada dunia film dewasa tersebut. Dengan itu, pikir saya, bisa mengurangi kecanduan ini.

Mendengar sejumlah pengakuan para perempuan yang terlibat pada film porno, sangat menganggetkan saya. Saya kemudian mulai mencari tahu tentang kasus penjualan perempuan. Saya lalu menjadi aktivis yang mendorong larangan sex trafficking, pekerja wanita di bawah umur dan kekerasan. Dan saya tak ingin terlibat pada bisnis pornografi ini dengan tak lagi menonton film-film porno atau berlangganan pada situs-situ cabul.

Sekarang saya tak lagi menontong film porno atau hal yang berhubungan dengan pornografi. Saya tak lagi pacaran, dan saya sekarang sedang menunggu datangnya pria yang cocok dan menjalani hubungan yang sehat. Saya kini sibuk dengan karir saya sebagai ahli kecantikan di London Inggris dan kini sering bersama keluarga.

Saya tak merasa malu dengan perjalanan hidup saya, karena itu telah membantu saya dalam menghadapi masalah kecanduan pada pornografi, dan saya merasa yakin dan kuat untuk menjalani hidup ini.

(The Sun/wo)

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here