Kisah Nyata: Mister Presiden Tolong Selamatkan Arafat!

0
967
Arafat, pejuang dan pahlawan rakyat Palestina

BarisanBerita.com,- Bassam Abu Sharif lama menemani Pemimpin Palestina, Yasser Arafat. Segala kebiasaan sang Pemimpin kharismatik itu sudah begitu dia pahami. Bassam puluhan tahun menjadi asisten politik, yang bertugas memberi nasihat dalam dan luar negeri.

Tapi pagi itu 8 April 1993, Bassam merasa ada yang tak biasa. Nalurinya mengatakan ada hal yang tak beres pada Yasser Arafat.

Arafat dan Bassam

Pada hari itu Yasser Arafat dijadwalkan pergi dengan pesawat terbang menuju tempat yang dirahasiakan di Libya. Pesawat itu sedang terbang di atas gurun pasir di wilayah Libya. Sang Pilot Kapten Muhhammed Darwish dikenal berpengalaman dan memiliki jam terbang yang cukup banyak. Disampingnya, kopilot Ghassan Yasseen.

Wajah Yasser Arafat menjadi sampul majalah Time tahun 1968

Tapi di depan mereka bahaya mengadang, badai pasir. Dua orang yang menggiring pesawat itu sepertinya tak mampu melawan badai yang dikenal ganas tersebut. Pilot dan asistennya sama sekali tak kenal wilayah itu, dan parahnya sebagian instrumen peralatan di pesawat tak berfungsi akibat diterjang bencana dasyat itu. Hampir mustahil mereka bisa selamat dari terjangan pasir yang tebal dan merusak pesawat.

Di dalam pesawat juga ada seorang tenaga teknik asal Romania, namun terlihat duduk terkulai tak bergerak. Pria ini tewas terkena serangan jantung. Teror pun mulai mencengkram tubuh pesawat yang terhuyung-huyung di tengah badai itu.

Kapten Darwish sudah tak mampu melihat apa yang ada di depannya karena badai pasir yang luar biasa tebal. Dia memutuskan untuk mengalihkan kemudi pada kopilot, lalu dirinya pergi menuju kursi Arafat. “Tuan Presiden, kita benar-benar terkepung badai, pandangan awak pesawat sudah sangat terhalang, dan seluruh sistem pesawat tak berfungsi. Kita ada di wilayah Libya tapi tak tahu pasti kordinasi lokasinya,” katanya.

“Kita akan melakukan pendaratan darurat karena badai pasir mengubah posisi pendaratan,” ujar Kapten Darwish. Arafat tak berkata-kata setelah sang kapten menjelaskan rencana pendaratan.

Kemudian Kapten meminta Arafat pindah ke kursi belakang. Arafat menuruti perintah itu. Kapten Darwish lalu menyelimuti tubuh Presiden dengan selimut tebal, lalu mengikat kencang sabuk pengaman pada tubuh Arafat. Kemudian Kapten meminta enam pengawal Presiden untuk mengitari tubuh Arafat membentuk perisai hidup bagi pemimpin Palestina itu.

Bahan bakar pesawat hampir kosong. Nyawa Arafat kini ada di tangan Kapten Darwish. Dia berusaha membri yang terbaik pada pria paling dicari Pemerintah Israel itu. Posisi Arafat di belakang merupakan tempat yang teraman di tengah kondisi pesawat akan mendarat secara darurat.

Arafat muda dan pasukannya

Krasssss…pesawat membentur daratan. Tubuh besi terbang itu terbelah menjadi tiga bagian. Bagian depan hancur. Kapten Darwish dan Kopilot tewas seketika. Badai pasir masuk ke seluruh badan pesawat dan membuat “buta” penumpang. Arafat lalu mengambil alih komando tersebut, dengan memerintahkan enam pengawalnya yang selamat keluar dari ruang penumpang, sambil memungut benda-benda yang bisa dipakai untuk bertahan hidup, seperti makanan dan minuman yang tersisa. Makanan tersisa hanya empat buah jeruk dan 2 botol air mineral.

Setelah badai mereda, Arafat memerintahkan semua berkumpul dan kembali ke ekor pesawat. Dia minta pengawal berjaga-jaga, khawatir ada hewan buas yang akan datang karena bau amis darah dari krew yang tewas.

Anak buah Arafat tak tahu berapa lama mereka bertahan dengan kondisi seperti itu. Pimpinan Palestina itu minta agar makanan dan minuman dipakai sehemat mungkin sambil menunggu bantuan.

Sebagai pejuang, Arafat selalu membawa peralatan keselamatan, seperti pisau tentara, kompas, jarum-benang, serta senter dan peralatan lain yang suatu saat diperlukan.

Arafat lalu menggunakan senter kecilnya untuk memeriksa kondisi mereka yang selamat, termasuk Fathi pengawal paling dekat dengan Arafat. Usai semua dicek, lalu Arafat duduk di kursi belakang, menunggu bantuan yang entah kapan akan datang.

Jauh di lokasi kecelakaan, Bassam Abu Sharif, asisten Arafat sedang bekerja di kantornya di Tunisia, ketika telepon masuk dari operator radio di Libya, yang melaporkan pihaknya menerima sinyal dari pesawat Arafat. Tapi sinyal itu sangat lemah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here