Menguak Perdagangan Ginjal Haram di Nepal

0
144

“Hunger makes a thief of any man.” —Pearl S. Buck

BarisanBerita.com,- Di sebuah kampung di balik lembah di Pegunungan Nepal, hampir seluruh warga menjual ginjal mereka. Akibatnya, kini banyak penduduk menderita berbagai penyakit komplikasi. Sang pembeli, Prem Bajgai tak peduli nasib mereka. Dia merasa sudah membantu.

Tak banyak orang menyangka pria Nepal dengan tinggi badan cuma 150 meter ini adalah raja bisnis kotor penjualan organ ginjal ilegal. Prem Bajgai jadi kaya dengan memperdagangkan organ tersebut ke Asia, Eropa dan Amerika. Pembeli antri panjang untuk mendapat organ tubuh yang harganya mahal alang kepalang.

Prem Bajgai dan istri

Bisnis ilegal yang menggiurkan itu melibatkan oknum dokter, penipu, pengacara, dan penyelundup yang lingkupnya meliputi tiga benua. Semua ada di balik bisnis pria Nepal kecil yang bersuara lembut ini. “Tak seorang pun bisa menjual ginjal mereka di negeri ini kecuali lewat saya,” kata Prem Bajgai dengan gaya bak penguasa kepada wartawan yang menyamar.

Prem Bajgai duduk ditemani istri yang ginjalnya juga sudah dijual sebelum menikah. Setelah tiga tahun dipenjara, Prem Bajgai menjual tiga ginjal ke pasien-pasien asal Inggris. Dia mematok harga 30.000 pounsterling (sekitar Rp  570 juta) untuk satu ginjal. Prem Bajgai mengaku kebutuhan organ tubuh saat ini sedang booming.

Untuk melancarkan bisnisnya, dia menerbangkan pasien dari Nepal ke India. Prem Bajgai membayar politisi, aparat pemerintah dan dokter agar operasi pengangkatan ginjal berjalan lancar.

Wanita yang ginjalnya sudah dijual

Prem Bajgai mengaku dia sudah membantu banyak orang dan menyelamatkan hidup mereka. “Saya bisa tunjukan 2.000 pendonor yang telah datang dan menjual ginjal mereka ke saya,” katanya.

Tapi menurut polisi, para pendonor kebanyakan adalah warga miskin dan kurang berpendidikan. Bahkan banyak dari mereka tak dibayar dan kemudian sakit komplikasi akibat organ ginjal mereka cuma tersisa satu.

Buat Prem Bajgai, warga miskin yang akan menjual ginjal mereka, tak lebih daripada komoditas.

Suatu malam di sebuah penginapan murah di Khatmandu, dua orang (wanita dan laki-laki) duduk dengan wajah cemas. Prem Bajgai dengan ringan mengatakan mereka akan menjual ginjal. “Ada pasien sakit yang membutuhkan ginjal. Dua orang ini berniat menjual, namun semua tergantung pada keputusan saya,” ungkapnya.

Prem Bajgai merekrut para pendonornya dari kampung Kavre di luar Khatmandu. “Mereka mau menjual ginjal karena dililit kemiskinan. Apa anda pikir mereka akan menjualnya kalau hidup berkecukupan?” Seorang ibu yang dari tadi menunggu Prem Bajgai terlihat cemas karena dirinya akan dibawa ke India. “Siapa yang akan menjaga saya di sana?” tanyanya.

Prem Bajgai meminta wanita itu untuk diam. “Enam hari setelah operasi pengangkatan ginjal, pendonor bisa kembali pulang ke rumah. Setelah itu bukan urusan saya lagi,” tuturnya dengan enteng.

Sementara, laki-laki yang juga akan menjual ginjalnya beralasan dia punya banyak anak yang harus diurus.

Prem Bajgai menjanjikan, satu ginjal dihargai 1.000 pounsterling. Namun sering kali dia hanya membayar 200 poundsterling. Parahnya lagi, Prem Bajgai bahkan kadang-kadang juga tega tak membayar.

Sebenarnya penjualan ginjal di Nepal dan India dilarang. Namun, korupsi membuat bisnis itu berlalu tanpa kendala. Oknum polisi korup, politisi kotor, pengacara busuk, hingga dokter rakus ada di lingkaran bisnis haram bernilai miliaran rupiah ini.

Pada setiap transaksi, Prem Bajgai membayar pengacara kotor untuk mengeluarkan dokumen palsu bagi keperluan identitas pasien pendonor dan pembeli.

Prem Bajgai menerapkan tarif 30.000 poundsterling untuk biaya pengangkatan ginjal, biaya operasi dan biaya perawatan setelahnya.

Untuk pendonor perempuan, Prem Bajgai mengaku harus membayar uang lebih sebesar 6.000 poundsterling. “Itu untuk uang tutup mulut bagi suami si pendonor,” jelasnya.

Di rumahnya, istri Prem Bajgai menunjukan bekas Lukas operasi pengangkatan ginjal yang dialaminya. Prem Bajgai terlihat datar melihat istrinya yang mantan perawat itu.

“Namun saya tetap khawatir apakah bisnis ini akan bisa berjalan aman karena kerahasiaan menjadi kunci bisnis ini,” bisik Prem Bajgai.

Kisah penerima Ginjal yang Terkena Hepatitis C

Pembelian ilegal ginjal ternyata berisiko tinggi bagi kesehatan. Seorang pekerja marketing Inggris tewas setelah mengidap hepatitis c, usai dirinya mencangkokan ginjal yang dibelinya dari Pakistan.

Asif Chohan, pria yang membeli ginjal ilegal itu, sejak usia empat tahun sudah mengalami masalah pada organ tubuhnya tersebut.

 Yasmin Ghurki, saudari dari Asif Chohan mengatakan, adiknya harus menunggu antrian sangat panjang selama lima tahun di rumah sakit di Inggris untuk menerima donor ginjal. Asif Chohan tak mau menunggu lama dan nekad ke luar negeri untuk membeli ginjal.

Asif Chohan menghubungi pria, seorang broker (calo) di Pakistan untuk membeli ginjal. Dia mendapat rekomendasi tentang calo ini dari kerabatnya yang pernah membeli ginjal di sana. Asif Chohan lalu terbang menuju satu klinik di Lahore, Pakistan.

Di Pakistan, Asif Chohan dioperasi di ruang yang tidak steril. Anggota keluarga bisa bebas ke luar masuk, akibatnya potensi ketularan penyakit sangat besar. Asif Chohan kemudian dibawa pulang. Keluarga yakin Asif Chohan terkena penyakit itu karena staf rumah sakit di Pakistan menggunakan mesin yang tidak steril dan bersih.

Kembali ke Inggris, Asif Chohan harus dirawat intensif. Namun dia meninggal pada 2013 lalu dalam usia 36 tahun.

Sebelum meninggal, Asif Chohan mengatakan apa yang dilakukannya ini tidak benar. Dan dia menyebut jual beli ginjal hanya merugikan mereka yang miskin.

“Saat itu kami setuju untuk membeli ginjal seharga 20.000 poundsterling, tapi kami tahu, si pendonor hanya dibayar tak lebih dari 2.000 poundsterling.  Ini adalah perdagangan skala besar. Banyak orang Inggris dan Jerman membeli ginjal ilegal tersebut,” kata Yasmin Ghurki.

(DailyMail/Bobby, wo)