Bellinda yang kemudian mengubah namanya menjadi Khalilah Camacho-Ali, saat oleh diwawancara Jonathan Eig, sang penulis, sempat memperlihatkan tulisan Muhammad Ali tersebut.
Kemudian Jonathan Eig, menuju pusat arsip nasional Amerika, yang menyimpan tulisan asli sang legenda. Pada surat itu, Jonathan Eig melihat betapa kuat karakter Muhammad Ali, dan mengajarkan satu hal; seorang atlet hebat yang memulai kehidupan beragamanya dari awal yang sederhana.

Dalam suratnya tersebut, Muhammad Ali menulis tentang masa remajanya di Loisville. Ali yang saat itu namanya Cassius Clay Jr, sering bermain papan seluncur dan mencari gadis-gadis cantik di pinggir kota. Lalu perhatiannya terarah pada seorang pria dengan pakaian jas mohair hitam, yang menjual koran milik kelompok Nation of Islam.
Pimpinan kelompok itu adalah Elijah Muhammad, namun Ali tak pernah manaruh perhatian serius pada kelompok yang kerap menggunakan ajaran Islam dalam kotbahnya, dan juga mengajak orang untuk memperbaiki diri.
Ali membeli koran itu, semata-mata untuk menghormati pria penjual surat kabar tersebut. Tapi matanya terkesan pada gambar kartun di koran tersebut, yang menceritakan tentang seorang majikan kulit putih memukul budak kulit hitam dan memaksanya untuk berdoa. Dari situ, Ali melihat agama lain menggunakan cara pemaksaan kepada umatnya untuk beribadah.
Ini menarik, Ali tak menjawab mengapa Islam membuat dirinya tertarik. Dia menulis bahwa cerita kartun yang dilihatnyalah yang menyadarkan dirinya. Dan Dia memutuskan tak lagi memeluk agama Kristen. Bagi Ali, buat apa dirinya tetap memilih agama tersebut sementara dirinya tetap dianggap sebagai sisa-sisa budak. Dia lalu mengganti namanya dari Cassius Clay menjadi Muhammad Ali.
Pada tahun 1964, Muhammad Ali memenangkan gelar Petinju Kelas Berat Dunia, dan sekaligus dirinya mengumumkan pindah agama: “Aku percaya pada Allah dan perdamaian,” katanya. “Aku tak mau pindah ke permukiman kaum kulit putih. Aku tak mau menikah dengan wanita kulit putih. Aku bukan orang Kristen lagi, dan sekarang aku bebas dengan apapun yang ingin aku lakukan.”
Tahun-tahun berikutnya, Muhammad Ali terus mencari tahu tentang Islam. Dia tak pernah berhenti untuk mengetahui lebih banyak tentang agama Islam. Dia banyak bertanya pada banyak orang tentang hal tersebut. Da juga belajar banyak tentang Al Quran.
Ketika penyakit Parkinson pelan-pelan mendera tubuhnya, dia mulai kesulitan untuk bertemu penggemarnya. Namun Muhammad Ali kemudian banyak mengundang tokoh agama untuk berdiskusi. Dia suka sekali berdiskusi tentang perbandingan antara Al Quran dan Injil. Dia sering berkata bahwa Tuhan tak peduli tentang karirnya di dunia tinju. “Tuhan hanya peduli apakah aku telah menjadi manusia yang baik, dan bertanggung jawab atas apa yang aku yakini,” kata Ali.
Yang jelas, perjalanan keagamaan Muhammad Ali dimulai ketika dirinya iseng mencari gadis cantik, lalu dia menoleh pada sebuah koran dengan kartun yang menarik perhatiannya, dan mengubah pandangan pada agama yang dipeluknya sejak kecil.
Memang sulit dipercaya betapa sederhananya penyebab sang legenda berpindah agama, namun itulah alasan yang sebenarnya.
(Sumber: Washington Post.com)