Racun dan Brainwash Cara Teroris Rekrut “Pengantin”

0
2516
Salah satu buku tentang ideologi dan cara kelompok teroris menyebar pengaruhnya

Jakarta, BarisanBerita.com,- Dua kasus penyerangan oleh teroris yang tergabung dalam JAD, membuka mata publik, bahwa tingkat bahaya ideologi radikal sudah dalam level mengerikan.

Cara brainwash secara massif mampu memengaruhi orang atau calon teroris untuk patuh dan mau melakukan perintah sang “guru”.

Orang dalam teroris yang kini menjadi mantan, Sofyan Tsauri, menguungakpa lika liku perekrutan hingga upaya menghabisi nyawanya oleh teroris yang masih aktif.

Usaha untuk keluar dari jaringan teroris rupanya tidak mudah. Nyawa menjadi taruhannya. Karena bagi mereka yang ingin berhenti atau keluar dari kelompok teroris akan dicap pengkhianat atau togut.

“Bahaya,” ungkap Sofyan Tsauri di podcast Deddy Corbuzier, tayang Selasa 6 April 2021.

Sofyan Tsauri berubah menjadi teroris. Setelah 13 tahun menjadi polisi. Bagaimana caranya polisi ini bisa menjadi teroris?

Mantan napiter ini mengatakan pertama yang membuat orang menjadi teroris adalah ideologi dan paham teroris yang sangat masif.

“Brain washing. Bisa menyasar siapa saja. Siapa pun bisa terpapar. Tidak memandang status sosial dan usia. Demikian dahsyatnya,” ungkap Sofyan Tsauri.

Saat menjadi teroris Sofyan adalah pemasok senjata. Sekaligus pelatih ikhwan di Aceh. Melakukan cuci otak.

Sofyan Tsauri ditangkap dan dihukum penjara 10 tahun. “Alhamdulillah ditahan di Lapas Cipinang,” katanya.

Saat berada di Lapas, Sofyan Tsauri mengaku dua kali diracun. “Mereka ingin mencelakakan saya,” ungkapnya.

Direktur Deradikalisasi BNPT Prof Irfan Idris mengatakan ada empat level pengamanan di Lapas. Keamanan super maksimum, keamanan maksimum, keamanan medium, dan keamanan minimum.

“Yang merah di Nusakambangan. Hijau bisa disebar ke semua Lapas,” kata Irfan.

Program deradikalisasi adalah tanggalkan pikiran radikal. Tinggalkan jaringan, menumpas jaringan, dan menuntaskan permasalahan kebangsaaan dengan mengajak berbicara soal Pancasila.

Irfan Idris mengatakan, meski kuantitas aksi teroris di Indonesia menurun tapi kualitasnya naik.

“Melibatkan perempuan dan anak. Tingkat bahayanya,” ungkap Irfan Idris.

Teroris menganggap semua kelompok di luar mereka kafir. Bahkan orang tua mereka sekalipun dicap kafir jika tidak mendukung aksi mereka.

(BBS)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here