The Spy: Kegagalan Israel Selamatkan Mata-Mata Terhebatnya

0
1581
The Spy

BarisanBerita.com,- Tak ada mata-mata sehebat Eli Cohen. Pria Israel ini menjadi Pahlawan bagi negaranya, dan terus dikenang sebagai Israel Master Spy di dunia intelijen.

Tipu muslihat dan penguasaan seni berbohong menjadi kehebatan Eli Cohen saat memasuki jantung pemerintahan Suriah. Dia juga belajar Quran agar terlihat familiar dengan orang-orang Arab di negara itu.

Eli Cohen memasok Israel dengan data terbaik yang pernah ada. Dia juga memerdaya sejumlah perwira tinggi Suriah.

Namun, satu orang yang dia sangat takuti adalah Kolonel Ahmed Suedani, Kepala Badan Intelijen Suriah.

Eli Cohen saat dibawa ke Pengadilan di Suriah

Belajar Quran

Lahir tahun 1924 di Mesir dari keluarga Yahudi, Eli Cohen muda sudah bergerak dalam dunia intelijen, termasuk membantu operasi pemulangan warga Yahudi dari Mesir. Aksi Eli sempat ketahuan hingga akhirnya tertangkap oleh otoritas Mesir. Namun karena tak cukup bukti, pria berkumis ini lalu dibebaskan.

Setelah operasi itu, Eli menuju Israel dan bergabung di AMAN (Badan Intelijen Militer Israel). Kemampuannya berbahasa Arab, Perancis, dan Hewbrew menempatkannya di posisi penerjemah.

Saat ketegangan menjelang perang Israel dan Suriah di tahun 1960 meningkat, negara Yahudi itu membutuhkan seorang agen mata-mata, dan pilihan jatuh ke Eli. Persiapan matang dilakukan AMAN, untuk menanamkan sosok Eli di Damaskus, Suriah.

Eli menjalani latihan selama enam bulan di Israel, termasuk belajar Quran. Tujuan belajar kitab suci umat Islam itu agar dirinya terlihat akrab dengan budaya dan komunitas Arab.

Argentina

Selesai pelatihan, pada 1961 Eli diperintahkan ke Argentina, negara yang sangat “bebas” untuk aktifitas mata-mata. Mossad kemudian memberi identitas palsu untuk Eli dengan nama Kamel Amin Taabeth.

Eli dengan paspor palsu dicitrakan sebagai pengusaha kaya yang memiliki bisnis ekspor-impor.

Tiga bulan kemudian, tim pendukung tiba di Argentina. Mereka menyempurnakan penyamaran Eli. Sosok pengusaha kaya yang diperankan Eli membuat Mossad harus mengeluarkan banyak uang.

Di Argentina, Eli mulai memasuki komunitas warga Suriah. Dia mengenalkan dirinya sebagai pengusaha kaya. Dia juga berkenalan dengan sejumlah pengusaha terkenal dan sosialita Suriah.

Karena dianggap sudah terbiasa dengan gaya hidup rekaan tersebut, Eli pada 1962 diterbangkan ke London (rute penerbangan dibuat seolah Eli memang pengusaha yang sering keliling dunia), lalu ke Libanon. Dari situ dia masuk ke Suriah lewat daerah perbatasan.

Sebelumnya, selama di Argentina, Eli berkenalan dengan Major Amin al-Hafez (yang nanti akan menjadi Presiden Suriah).

Di Suriah, dengan berpura-pura sebagai pengusaha sukses. Eli di rumah yang disewanya kerap mengadakan pesta mewah yang diramaikan dengan  minuman mahal dan wanita-wanita cantik. Hasilnya tak sia-sia, dia pun cepat populer dan berhasil mendekati sejumlah tokoh penting di pemerintahan Suriah—dan informasi penting pun mengalir deras untuk Israel.

Keakraban Eli dengan petinggi militer berujung pada seringnya dia diundang ke sejumlah lokasi rahasia. Suatu hari dia pun diajak untuk melihat daerah Dataran Tinggi Golan, sebuah wilayah strategis yang akan menjadi pusat armada militer Suriah menuju Israel.

Eli dengan cekatan mengingat lokasi, jumlah armada, dan ruang bawah tanah militer Suriah. Namun dia lebih fokus pada daerah jebakan untuk tank Israel yang dibuat pihak Suriah. Informasi ini dapat mencegah tank-tank negara Yahudi masuk ke dalam perangkap yang diciptakan pihak Suriah.

Hebatnya lagi, Eli juga dapat mengingat dengan tepat nama-nama pilot yang nanti akan ditugaskan menyerang Israel.

(Data ini berhasil digunakan Israel untu menakut-nakuti pilot Suriah. Keluarga mereka akan dibunuh jika membom Israel. Akibatnya pilot Suriah berbohong dengan mengatakan sudah membom Israel, padahal bom dibuang di perairan Mediteranian)

Informasi level A1 itu pun dikirim via kode morse. Data ditujukan pertama ke AMAN lalu berujung di Mossad.

Pada November 1964, Eli untuk sementara membungkus identitas palsunya karena dia pulang ke Israel untuk bertemu istri serta anaknya.

Saat di Israel ini, Eli sempat bercerita tentang ketakutannya pada Kepala Intelijen Suriah, Kolonel Ahmed Suedani. Namun, atasannya tak mengacuhkan hal tersebut.

Selama tiga tahun Eli Cohen memberi informasi penting pada negaranya, dan akibatnya Suriah kalah total dalam perang enam hari melawan Israel.

Durasi dua menit

Pihak pemerintah Suriah termasuk pihak intelijen curiga ada pembocor yang mengalirkan data rahasia mereka ke Israel. Maka operasi pembersihan mata-mata pun dilakukan. Kolonel Ahmed Suedani memimpin operasi tersebut.

Di sisi lain, Eli makin bernafsu mengirimkan informasi penting ke Mossad. Semua data yang dia peroleh begitu pentingnya sehingga sayang jika tak dikirim ke Israel. Dia lupa telah melanggar prinsip kehatian-hatian, dengan menabrak “durasi dua menit”, yaitu dalam satu hari Eli hanya diperbolehkan menggunakan mesin morse cuma  dua menit saja.

Tak hanya itu, Eli juga tak sadar apartemen yang disewanya dekat dengan kantor sejumlah kedutaan. Sinyal morse yang digunakannya terlalu sering, ternyata menganggu jalur komunikasi Kedutaan India.

Kedubes India pun mengadu ke pemerintah Suriah karena gangguan komunikasi yang mereka alami.

Kepala Intelijen Suriah, Kolonel Ahmed Suedani mendengar aduan tersebut. Dia mencium ada hal yang tak beres.

Dia memerintahkan anak buahnya untuk ke Kedutaan India sambil membawa alat pelacak sinyal.

Hasilnya, sinyal penganggu tersebut mengarah ke lokasi di sekitar Kedubes Perancis. Mereka menuju ke sana, dan secara kasar mendobrak salah satu ruangan di Kedubes tersebut. Nihil, alat itu ternyata salah mendeteksi.

Kedubes Perancis kemudian melemparkan nota protes atas kejadian tersebut. Pemerintah Suriah malu, begitupun Kolonel Ahmed Suedani.

Mesin buatan Jerman

Namun, Kolonel Ahmed Suedani ingat salah satu keponakannya bekerja sebagai teknisi di Jerman, dan paham tentang mesin persinyalan. Dia pun mengundang kerabatnya itu ke Suriah sambil membawa mesin sinyal baru dari Jerman.

Mesin baru buatan Jerman itu lebih canggih. Saat difungsikan, sinyal pengganggu mengarah ke satu tempat—apartemen Eli Cohen.

Satu tim dikirim ke sana. Pintu didobrak, Eli Cohen nampak terkejut. Tapi dia tak terlihat sedang menggunakan mesin morsenya.

Kolonel Ahmed Suedani memerintahkan anak buahnya mencari mesin morse, tapi alat itu tak ditemukan. Namun ketika salah seorang tentara mendekati tirai dekat jendela, kakinya tanpa sengaja menyentuh kabel. Lalu sebuah alat pendengar terjatuh. Eli Cohen terlihat pasrah.

Posisi mata-mata Israel ini terpojok. Saat ditanya di mana mesin morse disembunyikan, Eli mendekati mejanya dan membuka bagian atas meja yang ditutup map. Di situ mesin disembunyikan.

Badan intelijen Suriah berusaha mengirim sandi morse yang digunakan Eli Cohen ke Israel. Namun , mereka lupa, setiap agen Mossad yang dikirim melakukan penugasan dan mengirim sandi morse telah memiliki identitas sendiri alias “sidik jari” yang akan ketahuan jika dipakai orang lain.

Menyadari hal itu, agen Suriah menulis langsung ke  Perdana Menteri Israel, Levi Eshkol:

To Levi Eshkol, principle leader:

Kamal and friends are our guests for three years.

Calm down about the fate of what is to come.

Military organization of Syria

Yahudi atau Kristen?

Penyiksaan hebat dialami Eli Cohen (metode penyiksaan diajarkan oleh mantan perwira Gestapo Jerman, berupa setrum listrik, penyiksaan, pemukulan, cuci otak dan tahanan dibuat kelaparan). Dengan perlahan informasi tentang tugas mata-mata pria ini terbongkar.

Dari bahasa arabnya yang lancar, intelijen Suriah menyangka Eli Cohen adalah orang Arab yang dilatih Mossad untuk masuk ke negara mereka.

Kasus tertangkapnya Eli Cohen diketahui Presiden Suriah Amin al-Hafez. Dia bertemu Eli Cohen di satu tempat rahasia.

Kepada Amin al-Hafez, Eli mengaku muslim dan lama tinggal di Argentina. Dia mengaku sering shalat di sebuah mesjid di negara itu. Pernyataan Eli dibantah Presiden Suriah. “Dia berbohong, tak ada masjid di kota itu (Argentina).

Presiden Amin al-Hafez juga mendapat informasi bahwa Eli bisa membaca Quran.

“Coba bacakan surat Al Fatiha,” kata Amin al-Hafez .

“Aku lupa,” jawab Eli.

“Coba baca surat yang lain,” perintah Amin al-Hafez

“Aku tidak tahu. Aku lupa,” kata Eli.

Masih penasaran, Amin al-Hafez lalu bertanya tentang pelatihan yang dilalui Eli Cohen. “Kau masih muda, setiap usai pelatihan berapa banyak perempuan yang kau bawa?” tanyanya.

“Aku langsung pulang ke rumah,” jawab Eli.

Kepada Tim Intelijen, Amin al-Hafez mengatakan, mata-mata ini adalah orang Yahudi.

“Dari jawaban terakhir aku tahu dia bukan orang Kristen tapi Yahudi,” kata Amin al-Hafez.

Ancaman Israel

Pengadilan Suriah memutuskan menghukum mati Eli Cohen dengan cara digantung. Keputusan ini diumumkan ke publik Suriah.

Pemerintah Israel tak tinggal diam. Mereka menyewa pengacara asal Perancis dan meminta bantuan pemimpin Katolik, Paus di Vatikan, agar hukuman mati itu tidak dilaksanakan.

Cara halus tak mempan, Israel pun mengancam Suriah, mereka akan menyerang negara yang berbatasan dengan Libanon itu jika Eli digantung.

Presiden Amin al-Hafez tetap tegas tak akan menunda hukuman mati untuk Eli Cohen. Dia pun tak ingin kasus ini berlarut-larut karena akan membuat tekanan politik padanya makin meningkat. “Makin cepat (pelaksanaan hukuman mati), makin baik,” katanya.

Di depan ribuan warga Suriah, Eli Cohen diantar ke tiang gantungan. Seorang algojo melingkarkan tali ke lehernya. Di tubuhnya disematkan kertas dengan tulisan arab yang berisikan sikap antizionis.

Tali ditarik, napas Eli Cohen tampak tersengal-sengal, lalu tubuhnya mengejang—mati.

Pemerintah Suriah membiarkan tubuh Eli Cohen ditiang gantungan selama delapan jam agar masyarakat bisa puas melihatnya. Lalu jasad sang mata-mata negara Zionis itu pun dimasukan ke peti mati menuju ke suatu lokasi rahasia.

Sampai sekarang tak diketahui di mana jasad Eli Cohen dikuburkan. Nadia Cohen, Istrinya tak lagi yakin jasad sang suami bisa dipulangkan ke tanah air.

Bagi Suriah, kematian Eli Cohen dan disembunyikannya jasad pria tersebut, merupakan bagian dari balas dendam dan juga aksi mempermalukan negara Yahudi tersebut bersama Badan Intelijen mereka, Mossad.

(Sumber: Eli Cohen Files dan Al Jazeera)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here