Mata-Mata dari Jamaah Islamiyah

0
530
Ilustrasi mata-mata

BarisanBerita.com,- Makin ketat dan sangat tertutup, begitulah sistem perekrutan kader baru di kelompok Jamaah Islamiyah (JI). Bak mata-mata, mereka bergerak dalam senyap, dan sikap adaftif dipakai agar tak banyak orang curiga.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan salah seorang tersangka jaringan teroris Jamaah Islamiyah yang ditangkap di Lampung merupakan yang pertama berstatus sebagai guru Pegawai Negeri Sipil, PNS.

Pihak sekolah mengaku terkejut, karena guru berinisial DRS dikenal bersahabat di lingkungan sekolah.

Pengamat terorisme mengungkapkan penyusupan guru anggota JI ini sebagai fenomena gunung es, dan perlu menjadi perhatian khusus dari pemerintah dan kepolisian.

BNPT mencatat DRS, 46 tahun, merupakan guru berstatus PNS pertama yang diduga terlibat dalam jaringan terorisme.

Sebelumnya, DRS ditangkap Densus 88 antiteror bersama dua tersangka lainnya yaitu SU, 61 tahun dan S, 59 tahun. Mereka diduga terlibat dalam pendanaan dan perekrutan anggota baru Jamaah Islamiyah.

DRS disebut kepolisian sebagai kepala sekolah di salah satu SDN di Pasewaran. Ia juga tercatat sebagai guru di SMAN 1 Bangunrejo.

Direktur Pencegahan BNPT, Ahmad Nurwakhid mengatakan, lembaganya akan melakukan pendampingan ke sekolah tempat DRS mengajar.

“Bagi mereka yang sudah terpapar, kita lakukan rehabilitasi ideologi, re-edukasi, kemudian kita lakukan pembinaan-pembinaan dan tentu saja kita bekerja sama dengan kementerian lembaga terkait,” kata Nurwakhid kepada BBC News Indonesia, Kamis (11/04).

Dalam satu dekade terakhir, BNPT melaporkan setidaknya terdapat 31 PNS ditangkap karena terlibat jaringan terorisme. Mereka masing-masing 8 mantan anggota kepolisian, 5 mantan anggota TNI dan 18 mantan PNS di lingkungan kementerian dan lembaga pemerintah.

Namun, tak satu pun yang berstatus sebagai guru.

DRS saat ini tercatat sebagai guru aktif di SMAN 1 Bangunrejo, Lampung. Berdasarkan keterangan sekolah, DRS sudah mengajar sejak 2005.

Pihak sekolah mengaku terkejut dengan penangkapan DRS, karena selama ini pria itu dikenal humoris dan mudah bergaul.

“Supel, suka bercanda. Jadi dekat dengan kita semua. Bukan hanya dengan saya, dengan semua guru, dekat. Karena suka bercanda, nggak ada yang fanatik gitu,” kata Humas SMAN 1 Bangunrejo, Budi Rahardjo saat ditemui wartawan Robertus Bejo yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Budi juga mengatakan, DRS tak pernah menunjukkan gelagat mengajarkan paham radikal, misalnya menolak upacara bendera. “Nggak pernah,” tambah Budi.

Seorang siswa yang ditemui pun mengaku selama belajar Bahasa Indonesia dengan DRS, tak pernah terdapat ajaran radikal yang disampaikan. “Nge-share materi kayak guru-guru yang lain. Terus dikasih soal-soal Bahasa Indonesia nanti kita kerjain,” katanya.

Seorang mantan anggota Jaringan Islamiyah, Muhammad Iqbal Ramadhan mengungkapkan anggota jaringan teroris ini tak pernah terbuka soal identitas.

“Selama dia Islam, selama dia baik, kita baik bergaul dengan mereka. Atau pun non-Muslim kita harus baik terhadap mereka. Seperti itu. Ada pun di dalam itu, kita menyimpan rahasia. Seperti mata-mata,” kata Iqbal.

Pola perekrutan yang dilakukan JI sangat ketat, dan butuh waktu bertahun-tahun sampai disumpah untuk setia terhadap organisasi.

“Ada yang 10 tahun, ada yang 5 tahun. Ada yang nggak naik-naik, ada. Sampai dibaiat,” kata Iqbal.

Berdasarkan pengalamannya, anggota JI baru bisa ditangkap setelah kepolisian mengorek keterangan dari anggota yang sudah ditangkap.

“Kenapa teman-teman saya bisa kena sekarang, yaitu tadi, pembukanya adalah saya, sebab saya sudah kena, jadi gampang untuk mempolanya,” tambah Iqbal.

Iqbal menambahkan, umumnya jaringan JI melakukan penjaringan anggota melalui pengajian umum, atau di pesantren-pesantren. Proses pemilihan anggota pun disebut harus yang loyal dan bisa diperintah.

Dalam pelbagai survei disebutkan tingkat radikalisme peserta didik dan guru masih tinggi. Seperti survei Alvara Research Centre yang menyebut satu dari empat peserta didik siap berjihad untuk tegaknya negara Islam.

Sementara jajak pendapat dari Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (Lakip) menyebutkan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia.

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Muhammad Syauqillah menilai lembaga pendidikan menjadi salah satu titik temu kelompok-kelompok teroris untuk membentuk radikalisme, dan perekrutan anggota baru.

Paham yang dibentuk di antaranya menolak Pancasila, pro khilafah, dan intoleran terhadap keberagaman.

Namun, berbeda dengan kelompok teroris dan radikal lainnya, JI ia sebut lihai bersembunyi. Ia juga menyebut guru ASN yang diduga anggota JI kemungkinan fenomena gunung es, sehingga perlu diwaspadai.

“Usulan kepada negara, aparat keamanan kita, memang perlu setidaknya memberikan wacana kepada publik, pola gerakan JI itu seperti apa sih, sehingga masyarakat ketika menemukan setidaknya simtom-simtom karakteristik yang mereka temui di masyarakat,” kata Syauqillah.

Bahan refleksi merekrut guru

Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Pendidikan Kemendikbud-Ristek, Iwan Syahril akan menjadikan penangkapan ini “refleksi” dalam perekrutan PNS khususnya tenaga pengajar.

“Tapi menurut saya ini harus bersama-sama. Ini bukan masalah sektor per sektor, di semua lini saling refleksi supaya hal seperti ini tak terjadi kembali,” kata Iwan.

Kepolisian menangkap guru berinisial DRS bersama dengan dua tersangka teroris lainnya di lokasi berbeda di Lampung.

Mereka terkait dengan jaringan JI. Menurut kepolisian, para tersangka yang ditangkap karena punya misi untuk perekrutan kader baru bertujuan melakukan jihad global.

Mereka juga diduga mengumpulkan uang melalui kotak amal yang diduga melibatkan Yayasan Abdurrahman bin Auf, salah satunya untuk mendanai pengiriman anggota ke negara konflik seperti Suriah dan Afghanistan.

Di awal tahun 2021 lalu sekitar 23 pelaku terorisme telah ditangkap di wilayah Provinsi Lampung oleh Densus 88 Antiteror Mabes Polri.

Dari pengembangan tiga tersangka yang ada di Provinsi Lampung yaitu SK, SB dan DRS, kemarin sudah ditemukan beberapa kotak amal.

“Kegiatan ini tidak terlepas dari kerjasama tim dari Densus 88 Antiteror Polri dengan backup dari Polda Lampung dan Polres jajaran”, kata Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad kepada wartawan.

(BBS)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here